SUKABUMIUPDATE.com - Ahli geosains dari University of South Florida berhasil mengembangkan dan menguji pelampung air dangkal berteknologi tinggi yang diklaim dapat mendeteksi pergerakan kecil dan perubahan dasar laut Bumi yang seringkali menjadi pertanda awal bahaya alam mematikan, seperti gempa bumi, gunung berapi, dan tsunami.
Pelampung dibuat dengan bantuan hibah US$ 822 ribu dari program National Science Foundation's Ocean Technology and Interdisciplinary Coordination. Pelampung dipasang di Egmont Key di Teluk Meksiko tahun lalu dan menghasilkan data tentang gerakan tiga dimensi dari dasar laut.
Menurut Profesor Tim Dixon dari USF School of Geosciences, pada akhirnya sistem akan dapat mendeteksi perubahan kecil dalam tekanan dan ketegangan kerak bumi. Sistem geodesi dasar laut yang sedang dipatenkan adalah spar buoy dilengkapi Global Positioning System (GPS) presisi tinggi.
"Orientasi pelampung diukur menggunakan kompas digital yang menyediakan informasi arah, gelombang dan lemparan. Ini membantu untuk menangkap gerakan bumi yang penting dan dapat menjadi diagnostik gempa bumi penghasil tsunami besar," kata Dixon, dikutip Phys, baru-baru ini.
Dixon bergabung dalam proyek bersama mahasiswa Phd USG Geoscience Surui Xie, Associate Professor Rocco Malservisi dari USF College of Marine Science Center, dan sejumlah personil teknologi kelautan USF. Temuan mereka baru-baru ini diterbitkan dalam Journal of Geophysical Research-Solid Earth.
Meskipun ada beberapa teknik pemantauan dasar laut saat ini tersedia, teknologi itu biasanya bekerja paling baik di laut yang lebih dalam di mana ada sedikit gangguan noise. Menurut peneliti, air pantai dangkal (kedalaman kurang dari beberapa ratus meter) adalah lingkungan yang lebih menantang, tapi juga penting untuk banyak aplikasi, termasuk beberapa jenis gempa bumi dahsyat.
Mereka juga mencatat bahwa akumulasi dan pelepasan regangan lepas pantai sangat penting untuk memahami gempa megathrust dan tsunami.
Pelampung eksperimental terletak di dasar laut menggunakan pemberat beton dan mampu menahan badai, termasuk Badai Michael di Teluk Meksiko. Sistem ini mampu mendeteksi gerakan sekecil satu hingga dua sentimeter, kata Dixon, yang juga seorang pakar tentang bahaya alam dan penulis buku Curbing Catastrophe.
"Teknologi ini memiliki beberapa aplikasi potensial dalam industri minyak dan gas lepas pantai dan pemantauan gunung berapi di beberapa tempat, tapi yang besar adalah untuk meningkatkan prakiraan gempa bumi dan tsunami di zona subduksi," tutur Dixon. "Gempa bumi besar dan tsunami di Sumatera pada 2004 dan di Jepang pada 2011 adalah contoh dari jenis peristiwa yang ingin kita lebih mengerti dan ramalkan di masa depan."
Dixon mengatakan sistem ini dirancang untuk aplikasi zona subduksi di Cincin Api Samudra Pasifik di mana akumulasi regangan lepas pantai dan proses pelepasan saat ini kurang terpantau. Salah satu contoh di mana kelompok berharap untuk menerapkan sistem baru adalah perairan pantai dangkal yang rawan gempa Amerika Tengah.
Lokasi tes Egmont Key berada di kedalaman hanya 23 meter. Sementara Florida tidak rentan terhadap gempa bumi, perairan di lepas Egmont Key membuktikan lokasi pengujian yang sangat baik untuk sistem tersebut.
Lokasi itu mengalami arus pasang surut kuat yang menguji stabilitas buoy dan sistem koreksi orientasi. Langkah selanjutnya dalam pengujian adalah untuk menerapkan sistem serupa di perairan yang lebih dalam di Teluk Meksiko di lepas pantai barat Florida.
Sumber: Tempo.co