SUKABUMIUPDATE.com - Eksperimen baru di Smithsonian Tropical Research Institute (STRI) menunjukkan kelelawar dapat menggunakan indera keenamnya dengan memanfaatkan daun untuk menemukan mangsa. Temuan baru ini, diterbitkan dalam Current Biology, yang memiliki implikasi menarik bagi evolusi interaksi predator-mangsa.
"Selama bertahun-tahun, dianggap sebagai ketidakmungkinan bagi kelelawar untuk menemukan mangsa yang diam dan tak bergerak di atas daun dengan ekolokasi semata," ujar Inga Geipel, Rekan Postdoctoral Tupper di STRI, seperti dikutip laman Phys, Kamis, 1 Agustus 2019.
Tim Geipel menemukan bagaimana kelelawar mencapai hal yang mustahil. Dengan menggabungkan bukti dari eksperimen yang menggunakan perangkat biosonar untuk membuat dan mengukur sinyal buatan, dan bukti pengamatan video kecepatan tinggi kelelawar saat mendekati mangsa, pentingnya sudut pendekatan terungkap.
Menurut Geipel, kelelawar memiliki kekuatan super yang tidak dimiliki manusia. Mereka, kata Geipel, membanjiri suatu daerah dengan gelombang suara dan kemudian menggunakan informasi dari gema yang kembali untuk menavigasi.
"Daun memantulkan sinyal gema, menutupi gema yang lebih lemah dari serangga yang sedang beristirahat. Jadi di dedaunan lebat hutan tropis, gema dari daun dapat bertindak sebagai mekanisme penyelubungan alami bagi serangga, yang dikenal sebagai kamuflase akustik," kata Geipel.
Untuk memahami bagaimana kelelawar mengatasi kamuflase akustik dan merebut mangsanya, para peneliti mengarahkan gelombang suara pada daun dengan dan tanpa serangga lebih dari 500 posisi untuk membuat representasi gema tiga dimensi yang lengkap. Di setiap posisi, mereka menghitung intensitas gema untuk lima frekuensi suara berbeda yang mewakili frekuensi panggilan kelelawar.
"Saya menemukan bahwa jika suara berasal dari sudut miring lebih dari 30 derajat, suara dipantulkan dari sumber dan daun bertindak seperti cermin, seperti danau yang mencerminkan hutan di sekitarnya saat senja atau fajar," tutur Geipel. "Sudut pendekatan membuat serangga yang beristirahat terdeteksi."
Berdasarkan percobaan ini, Geipel dan rekannya memperkirakan bahwa kelelawar harus mendekati serangga yang sedang beristirahat pada daun dari sudut antara 42 dan 78 derajat. Sudut tersebut optimal untuk membedakan apakah daun memiliki serangga di atasnya atau tidak.
Selanjutnya, Geipel merekam kelelawar di stasiun penelitian Barro Colorado Island di STRI di Panama ketika mereka mendekati serangga yang diposisikan di atas daun buatan. Dengan menggunakan rekaman dari dua kamera kecepatan tinggi, Geipel merekonstruksi jalur penerbangan tiga dimensi kelelawar saat mereka mendekati mangsanya dan menentukan posisi mereka.
Dia menemukan bahwa, seperti yang diperkirakan, hampir 80 persen dari sudut pendekatan berada dalam kisaran sudut yang memungkinkan kelelawar untuk membedakan serangga dari daun.
"Studi kelelawar ini mengubah pemahaman kita tentang potensi penggunaan ekolokasi," kata Geipel. "Ini memiliki implikasi penting untuk studi interaksi predator-mangsa dan untuk bidang ekologi sensorik dan evolusi."
Sumber: TEMPO.CO