SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dewi Chomistriana mengatakan Kementerian PUPR membutuhkan 14 ribu tenaga kerja konstruksi bersertifikat untuk setiap proyek bernilai Rp1 triliun.
Kini dengan mengelola dana Rp 110 triliun, kata dia, PUPR memerlukan 1,4 juta pekerja konstruksi per tahun. “Kita ambil dari hulu dunia pendidikan, kalau mengandalkan sertifikasi dari yang sudah bekerja sekarang nggak bakal terkejar,” katanya di Bandung, Senin, 8 April 2019.
Menurut Dewi, kebutuhan pekerja konstruksi bersertifikat sebanyak itu baru di Kementerian PUPR. Di kementerian lain juga ada yang nilai proyek infrastrukturnya sekitar Rp 400 triliun lebih. “Kalau dengan kementerian lain kebutuhannya sekitar 5 juta tenaga kerja konstruksi per tahun,” ujarnya.
Kebutuhan pekerja konstruksi di PUPR, menurutnya, seperti dari teknik sipil, arsitek, dan geodesi. Adapun Infrastruktur yang paling banyak dibangun PUPR sekarang, yaitu jalan, sumber daya air, air limbah, persampahan, dan nantinya sekolah, pasar, serta pariwisata.
Kondisinya sekarang ini tenaga kerja konstruksi mayoritas belum bersertifikat. Padahal sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, kata Dewi, pekerja tanpa sertifikat tidak boleh dipekerjakan. “Kita percepat dengan sertifikasi pekerja di proyek. Magang kuliah ini juga akan diakhiri dengan sertifikasi,” ujarnya.
Saat ini jumlah pekerja konstruksi yang bersertifikat berdasarkan data PUPR sebanyak 524 ribuan orang. Berdasarkan jenis sertifikatnya ada 368 ribuan pekerja yang terampil dan 158 ribuan tenaga ahli. Sertifikasi keterampilan dan keahlian pekerja konstruksi itu meliputi arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan, dan manajemen pelaksanaan.
Sumber: Tempo