SUKABUMIUPDATE.com - Kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX milik Lion Air dan Ethiopian Air diduga melibatkan malfungsi pesawat. Selama ini, keduanya memiliki fitur canggih yang memperingatkan pilot terhadap masalah sensor Angle of Attack (AOA).
Input itu diduga penyebab perangkat lunak Manuevering Characteristic Augemented System (MCAS) mengarahkan pesawat untuk melakukan manuver ekstrem.
> alt="" width="315" />New York Times melaporkan, kedua pesawat nahas itu tidak dilengkapi lampu penolakan AOA, sebuah lampu peringatan yang mengindikasikan ketika dua sensor AOA memberikan hasil yang berbeda. Sensor itu dijual oleh Boeing secara terpisah, dan dengan harga yang tinggi, inilah sebab banyak maskapai tidak menggunakan fitur ini.
Menurut sumber harian Times, lampu penolakan AOA itu akan dirilis bulan April ini sebagai bagian dari pembaruan software MCAS.
Perubahan signifikan pada 737 MAX adalah kapasitas mesin yang lebih besar, sehingga mempengaruhi manuver pesawat. Manuver tersebut memungkinkan pesawat untuk mencari ketinggian baru, untuk bisa terus terbang atau stall.
Sensor AOA memastikan apakah MCAS melebihi batas aman untuk stall. Tapi, input yang terus berulang mengacaukan sensor. Inilah yang harus diperbaharui.
Kekacauan itu mengakibatkan tuntutan dari berbagai pihak. Menurut Daily Beast, Boeing memberikan pengganti $827 ribu (sekitar Rp 11 miliar) Februari lalu, terbanyak sepanjang sejarah Boeing.
Saat ini Departemen Transportasi Amerika menginvestigasi sertifikasi keamanan Boeing. Bersama insinyur yang membangun sistem MCA, dugaan melanggar Administrasi Penerbangan Federal, dan Boeing yang melewatkan sertifikasi pesawat.
Sumber: Tempo