SUKABUMIUPDATE.com - Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto menanggapi bahwa fenomena air laut yang terbelah di Selat Madura hanya terjadi sementara.
"Meskipun terjadi hanya sementara, tapi sulit untuk menentukan dengan pasti kapan akan datang dan perginya. Banyak faktornya, seperti cuaca, terkait sifat fisis kolom airnya, yaitu tingkat kadar garam dan suhunya," ujar Nugroho, saat dihubungi Tempo, Rabu, 20 Maret 2019.
Fenomena tersebut viral setelah sebuah video yang diunggah oleh akun Facebook bernama Mohammad Fahrizal. Dalam video tersebut memperlihatkan air laut di bawah jembatan Suramadu, tepatnya di Selat Madura terpisah menjadi dua. Sebelah kiri air terlihat keruh kehitaman, sedangkan sebelah kanan tidak keruh.
Fenomena itu, kata Nugroho, bisa terjadi pada musim hujan dan kemarau. Dia memberikan contoh, misalnya hujan lebat di daerah hulu sungai akan mengakibatkan masuknya air tawar dalam jumlah yang sangat banyak ke laut.
"Air tawar ini kan tidak asin ya, kemudian warnanya cenderung cokelat karena banyak membawa sedimen dari hulu. Nah ini kalau bertemu air laut tidak mudah bercampur, boleh jadi menjadi seperti terbelah," tutur Nugroho.
Menurut Nugroho, fenomena tersebut merupakan hal yang menarik. "Sepertinya hal tersebut akibat tidak bercampurnya dua massa air yang bertemu. Massa air dengan kadar garam lebih tinggi kadang belum bisa bercampur dengan sempurna," kata Nugroho.
Peneliti Oseanografi Fisika di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Ahmad Bayhaqi menyatakan kemungkinan fenomena itu terjadi akibat pertemuan antara air laut salinitas tinggi dengan salinitas rendah. Terjadi karena adanya thin layer dari air laut yang mengandung salinitas rendah bersumber dari hujan ataupun intrusi dari sungai.
"Ditambah potensi pencampuran atau mixing di daerah tersebut rendah sehingga terlihat seperti terpisah antara air laut yang salinitas rendah dengan yang tinggi," kata Bayhaqi. "Kalau pertemuan dua jenis air laut (salinitas yang berbeda) ini memang hal yang biasa kok di perairan."
Bayhaqi melanjutkan, saat ini termasuk di musim peralihan antara musim barat (wet season) dan musim timur (dry season). Namun di musim peralihan ini masih ada pengaruh dari musim sebelumnya. "Sehingga pada kasus ini memang ada potensi salinitas rendah dari hujan," tutur Bayhaqi.
Sumber: Tempo