SUKABUMIUPDATE.com - Terjadi dua angin puting beliung di Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan Karawang, Jumat, 11 Januari 2018. Kejadian pada Jumat siang dan sore, 11 Januari 2019 itu merusak ratusan rumah. Mayoritas rusak ringan, belasan rumah rusak berat.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung Tony Agus Wijaya mengatakan, angin puting beliung terjadi Jumat 11 Januari 2019 pukul 11.45 WIB.
Lokasi Kejadian di Desa Muktijaya Kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Berhubung di wilayah Karawang nihil stasiun pemantau cuaca permukaan, laporan data angin maksimum pada saat kejadian angin kencang tidak bisa diketahui.
"Angin dengan kecapatan lebih daru 63 kilometer per jam dapat menyebabkan kerusakan pada atap bangunan serta ranting pohon patah," kata Tony, Sabtu, 12 Januari 2019. Sementara angin puting beliung di Rancaekek sore harinya, terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat kadang disertai petir dan angin kencang di wilayah Bandung Timur dan sekitarnya.
Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra mengatakan, proses terjadinya angin puting beliung memiliki kaitan erat dengan fase tumbuh awan cumulonimbus (CB). Pada fase tumbuh itu, kata Agie, proses pengangkatan massa udara lembap sangat dominan.
Adapun di dalam awan sedang terjadi arus udara yang naik ke atas dengan tekanan sangat kuat. "Pada fase ini hujan belum turun karena titik air serta kristal es masih tertahan akibat arus udara naik yang lebih besar dari berat partikel-partikel tersebut," ujar Agie, saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Masuk fase dewasa, terjadi perbedaan suhu permukaan bumi dan atmosfer lapisan atas yang cukup besar. Didukung oleh arus udara yang sangat kuat dari permukaan menuju sel awan CB ini umumnya disertai dengan arah angin yang berbeda antara angin lapisan permukaan dan atas. "Ini menyebabkan terbentuknya pusaran angin yang merupakan semacam 'penjuluran' dari bagian awan CB hingga mendekati permukaan bumi," katanya.
Pada fase ini, masyarakat bisa memperhatikan gejala atau indikasi munculnya angin puting beliung. "Saat fase awan menjadi gelap, nanti ada udara dingin dan ada pusaran angin kayak belalai gajah," ujar Agie.
Setelah kondisi itu, berat titik air sudah lebih besar dari arus udara naik, sehingga akan mulai terbentuk arus udara turun dan mulai terjadi hujan. "Umumnya di bagian awan CB yang lain di sebelah titik terjadinya puting beliung, terdapat hujan yang cukup signifikan dan hembusan udara dingin yang kuat," ujar Agie. Berikutnya fase punah, yaitu tidak ada massa udara yang naik namun massa udara akan meluas di seluruh awan hingga pertumbuhan awan akan berakhir.
Saat puting beliung terjadi di Rancaekek dan Karawan, kemarin, kondisi cuaca diketahui suhu permukaan laut di perairan utara Jawa masih hangat. Kondisi itu mengindikasikan penguapan masih cukup signifikan untuk pembentukan awan-awan hujan di wilayah Jawa Barat. Adapun berdasarkan pola sebaran angin angin pada ketinggian 3.000 kaki. Wilayah Jawa Barat dilewati oleh daerah belokan angin dan konvergensi, sehingga mendukung suplai awan-awan hujan di wilayah tersebut.
Menurut BMKG, kemarin juga ada pertumbuhan awan karena faktor pemanasan yang cukup kuat pada pagi hingga siang hari. Kondisi itu didukung oleh faktor lokal yang cukup signifikan seperti kelembaban udara yang tinggi. Sehingga, menyebabkan peningkatan aktifitas pertumbuhan awan hujan konvektif dengan jenis Cumulus padat dan
Cumulonimbus. "Itu yang menyebabkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat atau petir serta angin kencang," katanya.
Berdasarkan pantauan citra satelit terdapat pembentukan awan Cumulonimbus di sekitar wilayah Bandung Timur dan sekitarnya pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 15:10 WIB. Adapun faktor regionalnya, terdapat pertemuan massa udara di sekitar Jawa Barat dan belokan angin (shearline) di Jawa Barat bagian tengah.
Sumber: Tempo