SUKABUMIUPDATE.com - Selama dua hari berturut-turut, 7-8 Januari 2019, serangkaian gempa bermunculan di perairan selatan Jawa, terutama di sekitar wilayah Jawa Barat.
Para ahli mengkhawatirkan potensi tsunami dari Samudera Hindia tersebut, namun sejauh ini belum ada alat deteksi tsunami yang dipasang pemerintah. Padahal, potensi tsunami bahkan ada yang tiba lebih cepat di beberapa lokasi.
Peneliti gempa selatan Jawa dari Institut Teknologi Bandung Rahma Hanifa mengatakan, alat deteksi tsunami secara langsung yang ada di selatan Jawa hanya tide gauge. Alat itu mengukur ketinggian gelombang laut. "Saat gelombang tsunami diterima tide gauge, artinya sudah tiba di daratan pesisir gelombang tsunaminya," kata Rahma, Rabu, 9 Januari 2019.
Alat deteksi langsung tsunami seperti buoy, maupun sensor di dasar laut, nihil di atas sumber gempa pembangkit tsunaminya. Kini yang jadi andalan utama hanya peringatan dini keluaran Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Perhitungan umumnya, apabila informasi bahaya itu bisa diterima masyarakat segera setelah peringatan dini tsunami dari BMKG keluar, mestinya cukup waktu untuk evakuasi. "Saat ini BMKG sudah bisa memberikan peringatan dini tsunami dalam 4 menit untuk sebagian besar wilayah Jawa," ujar Rahma.
Berdasarkan teori, gelombang tsunami yang tiba di pesisir selatan Jawa waktunya bervariasi. Kisarannya menurut Rahma bisa 20-30 menit. "Waktu gempa Pangandaran 2006, tsunami tiba setelah 40 menit," ujarnya.
Kepala BMKG Bandung Tony Agus Wijaya mengatakan BMKG sudah memiliki sistem peringatan dini tsunami yang sudah beroperasional dengan baik. Proses kerjanya yaitu setiap terjadi gempa bumi tektonik segera di analisa, dan sebelum 5 menit, segera disampaikan informasinya ke masyarakat. "Apakah gempa memenuhi syarat terjadinya tsunami, yaitu gempa dengan magnitudo lebih dari tujuh, pusat gempa di laut, dan terjadi deformasi di dasar laut," katanya Rabu, 9 Januari 2019.
Jika memenuhi syarat terjadinya tsunami, BMKG segera menyampaikan informasi peringatan dini tsunami ke masyarakat. Menurut Tony, ada beda waktu sekitar 30 menit antara terjadinya gempa dan kemudian tsunami. "Setelah gempa, maka 30 menit kemudian gelombang tsunami tiba di pantai," ujarnya.
Perhitungannya, lima menit setelah gempa informasi peringatan dini disampaikan ke masyarakat. Jadi menurut Tony, masih ada 25 menit waktu bagi masyarakat untuk menjauh dari pantai.
BMKG menyampaikan informasi peringatan dini itu melalui berbagai media komunikasi sepertu SMS, aplikasi Android dan iOs, dan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dengan tajuk info BMKG, dan beberapa percontohan sirene di pantai Indonesia.
Namun Tony mengakui, sarana untuk menyebarkan informasi peringatan dini tsunami dari BMKG ke masyarakat di pantai belum optimal. Sarana penyebaran itu lewat sirene, radio, pengeras suara dan sosialisasi ke masyarakat.
Catatan khusus dari Rahma Hanifa, beberapa daerah perlu diwaspadai karena gelombang tsunaminya berpotensi tiba lebih cepat. "Misalnya daerah Ujung Kulon, juga daerah Pelabuhan Ratu," kata Rahma. Di sana terdapat Sesar Cimandiri yang menerus ke laut pada segmen sesar Pelabuhan Ratu dan merupakan sumber gempa Lebak 2018. "Kita belum tahu apakah gempa seperti di Palu bisa terjadi di Teluk Pelabuhan Ratu," katanya.
Selama dua hari, 7-8 Januari 2019, wilayah perairan selatan khususnya Jawa Barat diguncang serangkaian gempa. Setidaknya ada lima kejadian yang getarannya terasa jauh di darat. Misalnya lindu bermagnitudo 4,8 terjadi 7 Januari 2019 pukul 22:04:09 WIB dengan titik sumber gempa berjarak sekitar 62 kilometer arah barat daya Kabupaten Tasikmalaya berkedalaman 21 kilometer. Gempa itu dirasakan di Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis dengan skala intensitas gempa antara II-III MMI
Kemudian ada gempa bermagnitudo 4,4 SR.pada 8 Januari 2019 pukul 18:05:18 WIB. Lokasi titik sumber gempa itu berjarak sekitar 289 kilometer arah barat daya Kabupaten Pangandaran. Gempa berkedalaman 10 kilometer itu ikut dirasakan di Tasikmalaya dan Sukabumi dengan skala intensitas II MMI.
Sumber: Tempo