SUKABUMIUPDATE.com - Tsunami Anyer, Sabtu malam, 22 Desember 2018, terjadi tanpa peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rachmat Triyono, menjelaskan mengapa tak ada peringatan dini di Pantai Anyer, Banten dan Lampung.
Rachmat mengatakan, alat yang dimiliki oleh BMKG saat ini hanya untuk melaporkan peringatan dini alias early warning system untuk tsunami yang diakibatkan gempa tektonik saja. "Tsunami ini (Banten-Lampung) diakibatkan oleh gempa vulkanik, saat ini belum ada alatnya," ujar Rahmat di kantornya, Ahad dini hari, 23 Desember 2018.
Tsunami terjadi di Selat Sunda pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. Dari data sementara, bencana ini menyebabkan 43 orang meninggal, 165 orang luka-luka, 2 orang hilang, dan puluhan bangunan rusak.
Aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau ditengarai sebagai penyebab dari tsunami yang melanda Pantai Anyer, Banten, dan Lampung. Kekuatan Tsunami bertambah saat bergabung dengan gelombang pasang air laut yang tinggi akibat dari fenomena bulan purnama.
Sebelumnya, BMKG pada Sabtu pagi pukul 07.00 WIB telah mengeluarkan peringatan dini adanya gelombang pasang setinggi dua meter di perairan Selat Sunda. Peringatan tersebut berlaku hingga tanggal 25 Desember 2018 mendatang. "Kalau soal gelombang tinggi sekitar 2 meter, BMKG sudah memberikan peringatan dini," tutur Rahmat.
Dengan adanya peristiwa ini, Rahmat berharap BMKG dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kedepannya dapat meningkatkan sinergitas dalam memberikan peringatan dini terkait kasus serupa. "Pusat Geologi memberikan warning terkait aktivitas anak gunung Krakatau, BMKG memberikan warning daerah-daerah yang akan terdampak," tutur dia.
Rencananya, pagi ini PVMBG dan BMKG akan mengirim tim ke area Gunung Anak Krakatau untuk memverifikasi dugaan tersebut. Mereka ingin memastikan apakah tsunami disebabkan oleh longsornya lereng gunung itu akibat erupsi atau faktor lain.
Sumber: Tempo