SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Dicky Saromi mengatakan, berdasarkan peta, potensi banjir di Jawa Barat merata di seluruh kabupaten dan kota.
“Kalau melihat potensi bahaya banjir, potensi tinggi ada di bagian utara dan tengah, di mana dari 27 kabupaten/kota sebagian besar dalam kategori tinggi, yang sedang hanya sebagian kecil,” kata dia di Gedung Sate, Rabu, 14 November 2018.
BPBD Jawa Barat memetakan ada 13 daerah di Jawa Barat dengan potensi banjir tinggi, yakni Cianjur, Kabupaten Bandung, Kuningan, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, serta Kota Cirebon.
Potensi banjir sedang ada di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Kabupaten Bandung Barat, Pangandaran, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar. Kategori rendah hanya di Kota Sukabumi.
Dicky mengatakan, penyebabnya curah hujan tinggi di Jawa Barat mayoritas mengalir ke laut. “Curah hujan ini rata-rata (Jawa Barat) 48 miliar meter kubik per tahun, temanfaatkan hanya 15 miliar meter kubik per tahun. Katakanlah 30 persen termanfaatkan, sisanya terbuang ke laut atau jadi run-off (air permukaan). Ketika tata air tidak bisa dikelola dengan baik, akan jadi genangan banjir,” kata dia.
Menurut Dicky, pemicu banjir ada pada tutupan DAS (Daerah Aliran Sungai) di Jawa Barat. Akibat tutupan lahan hutan di Jawa Barat saat ini hanya 19,8 persen dari wilayah Jawa Barat, atau setara 737 ribu hektare.
Jawa Barat memiliki 41 Daerah Aliran Sungai, 21 bermuara ke utara, dan 20 ke selatan Jawa Barat. “Dari 41 DAS itu seharusnya tutupan lahan hutan DAS idealnya 30 persen. Tapi yang terjadi ada 15 DAS dalam kategori merah, yaitu tutupan lahan di bawah 20 persen,” kata dia.
Mayoritas DAS yang berwarna merah itu berada di utara Jawa Barat. Sisanya hanya 9 DAS diwarnai kuning karena memiliki tutupan lahan antara 20-30 persen, sementara hanya 10 DAS diwarnai hijau dengan kategori tutupan lahan di atas 30 persen. “Jadi yang merah ini sudah makin kritis. Menunjukkan bahwa Run-Off air semakin banyak di aliran-aliran sungai itu,” kata Dicky.
Di utara Jawa Barat, misalnya, terendah DAS Kali Pagadungan di Karawang dengan tutupan lahan 0 persen, DAS Ciwaringin di Cirebon hanya 3 persen, DAS Ciasem di Indramayu 8 persen, serta DAS Bangkaderes di Cirebon 8 persen. DAS berwarna hijau mayoritas di selatan Jawa Barat, tertinggi misalnya DAS Cikaongan di Tasikmalaya dengan tutupan lahan 52 persen.
Dicky mengatakan, daerah perkotaan di Jawa Barat juga mengalami masalah banjir cileuncang, yaitu genangan yang terjadi di jalanan saat hujan kendati cepat surut. “Itu karena selain tata air tidak baik, juga di daerah ini adalah sumber timbunan sampah,” kata dia.
Tiga daerah metropolitan di Jawa Barat yakni Bodebekarpur, Bandung Raya, dan Cirebon Raya kumulasi timbunan sampah menembus 650 ribu ton hingga 3 juta ton per tahun. “Kalau tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menyebabkan banjir karena dibuang ke badan sungai dan drainsae. Banyak kejadian kemarin sampah tersangkut pada badan sungai, menunjukkan timbunan sampah tidak dikelola dengan baik,” kata Dicky.
Dicky mengatakan, prakiraan BMKG menyatakan November ini awal musim hujan. Di awal musim hujan saat ini, sejak tanggal 1-13 November 2018, sudah tercatat 132 kali kejadian bencana, di antaranya 60 kejadian bencana banjir, dan 23 bencana longsor. Jumlahnya sudah melampaui catatan kejadian bencana sepanjang November 2017 yakni 113 kejadian bencana.
Menurut Dicky, seluruh bencana banjir dan longsor pada awal November 2018 ini tersebar di tengah dan selatan Jawa Barat. Bencana banjir misalnya terjadi Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Cimahi, dan Kota Bandung.
Bencana banjir yang relatif besar karena menyebabkan korban jiwa dan warga mengungsi terjadi di Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kabupaten Bandung. Banjir bandang di tiga kecamatan di Tasikmalaya, Cipatujah, Culamega, dan Karangnunggal, selain mengakibatkan jembatan Cipatujah runtuh, juga mengakibatkan enam orang meninggal dunia. Banjir di Pangandaran juga menelan korban satu orang hilang yang hingga saat ini belum ditemukan.
Banjir di Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kabupaten di awal November 2018 ini juga mengakibatkan warga mengungsi. BPBD mencatat jumlah warga yang mengungsi menembus 2.243 KK (keluarga), atau 7.099 jiwa. Warga yang mengungsi paling banyak di Culamega yakni 220 KK atau 1.130 jiwa, sementara di Kabupaten Bandung akibat luapan Sungai Citarum warga yang mengungsi sekitar 120 KK tersebar di Kecamatan Bojongsoang, Dayeuhkolot, dan Baleendah.
Dicky mengatakan, kejadian bencana banjir di awal musim hujan November sejalan dengan curah hujan tinggi di awal musim yang baru terjadi di bagian tengah dan selatan Jawa Barat. “Sebetulnya potensi bencana banjir itu banyak di daerah utara karena relatif datar dan banyak DAS (Daerah Aliran Sungai) yang bermuara ke utara. Potensi banjir terjadi bila curah hujan tinggi di utara. Perkiraannya terjadi pada Desember 2018 ke sana,” kata dia.
Sumber: Tempo