SUKABUMIUPDATE.com - Para peneliti kendaraan listrik bergiat menyiapkan baterai generasi ketiga yang disebut solid state. Tim yang tergabung dalam konsorsium riset di Indonesia pun mencari bahan dasar baterai masa depan itu.
“Peneliti kami memiliki sumber lain non-lithium, masih dirahasiakan karena banyak sekali yang mengejar-ngejar,” kata Sigit Puji Santosa, Direktur Centre for Collaboration Research (CCRs) dan National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT), baru-baru ini.
Menurut Sigit, kini ada sekitar dua atau tiga bahan yang tengah dikaji kemudian divalidasi. Sedikit bocorannya, bahan utama untuk alternatif baterai solid state itu banyak terdapat di Indonesia. Baterai masa depan itu untuk mengatasi masalah baterai generasi kedua yang berbasis gel lithium ion.
“Kalau masalah baterai ini terselesaikan, sudah ini nggak ada yang membendung kendaraan listrik di mana pun,” kata dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB itu, Senin, 12 November 2018.
Generasi kedua baterai kendaraan listrik yang dipakai sekarang ini berjenis lithium-ion. Seperti jenis baterai handphone yang bisa diisi ulang dayanya, baterai itu menggunakan larutan elektrolis cair guna mengatur aliran arus listrik. Sementara solid state menggunakan bahan elektrolit padat.
Riset baterai moda listrik ini bekerja sama dengan Massachusets Institute of Technology (MIT). Menurut Sigit, MIT memiliki teknologi maju dengan membuat dua dari tiga paten generasi baterai moda listrik. “Targetnya baterai aman digunakan dan harganya terjangkau masyarakat,” ujar lulusan S2 dan S3 dari MIT itu.
MIT yang telah disokong 10-11 industri baterai dan otomotif itu punya target harga baterai. Kisarannya bisa seharga US$72 dari harga sekarang, kata Sigit, yang berkisar US$200-400, tergantung volume baterainya.
Penelitian baterai ini merupakan bagian dari kerja sama pembuatan mobil listrik berjangka 2017-2021. Proyek riset itu bagian dari program Sustainable Higher Education Research Alliances (SHERA) yang didanai pemerintah Amerika Serikat (United States Agency for International Development/USAID).
Programnya bermitra dengan sejumlah kampus di Indonesia, antara lain untuk riset kesehatan publik dan penyakit infeksi, ketahanan pangan, lingkungan, energi, kemaritiman, serta teknologi inovasi. Penandatangan kerjasamanya pada September 2017.
ITB kebagian untuk memimpin konsorsium pembuatan kendaraan listrik termasuk riset baterai generasi ketiga bersama MIT. Konsorsium ini juga melibatkan peneliti dari Universitas Sriwijaya, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Kalimantan di Balikpapan, dan Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Sebanyak 50-an peneliti dari ITB, 50-an peneliti lain dari enam kampus mitra.
Sumber: Tempo