SUKABUMIUPDATE.com - Untuk mencegah penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) memasuki musim penghujan seperti saat ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuat inovasi pendeteksi dini penyakit tersebut.
"Kami membuat inovasi dengan kit diagnostik DBD, yang merupakan salah satu prototipe produk hasil inovasi BPPT dalam bidang kesehatan. Kit diagnostik ini dirancang untuk deteksi dini (early detection) dan deteksi non-dini penyakit DBD," ujar Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Soni Solistia Wirawan, Selasa, 6 November 2018.
Untuk membuat inovasi tersebut, kata Soni, BPPT bekerja sama dengan industri dalam negeri dalam memberikan solusi berupa pengembangan kit diagnostik demam berdarah dengan tingkat akurasi yang tinggi. Selain itu, Soni berujar, inovasi kit DBD ini mampu mendeteksi potensi DBD dalam waktu singkat.
Dalam pengembangan dan inovasi kit diagnostik DBD ini, BPPT telah bermitra dengan beberapa pihak untuk dapat melengkapi kebutuhan teknologi serta mengkonfirmasi validitas teknis serta kelayakan ekonomi.
"Semoga kit diagnostik DBD ini, segera dapat difinalisasi menjadi kit diagnostik yang fungsional melalui rangkaian uji fungsi secara klinis, diproduksi dan digunakan untuk mempercepat deteksi dan tindakan penanganan demam berdarah di Indonesia," lanjut Soni.
Kepala Program DBD Kit Pusat Teknologi Farmasa dan Medika BPPT Irvan Faizal menjelaskan bahwa wabah DBD hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia terutama di daerah subtropis dan tropis seperti Indonesia.
Dalam laporan organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia menduduki urutan kedua dari 30 negara dengan kasus DBD endemik selama kurun waktu 2004-2010. Data menunjukkan bahwa DBD masih merupakan masalah kesehatan yang terus menjadi beban baik secara kesehatan maupun perekonomian.
"Angka Kematian akibat DBD dapat dikurangi dengan penerapan deteksi dini dan penanganan yang tepat. Uji laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi DBD," tambah Irvan. "Uji tersebut dilakukan dengan melakukan isolasi virus dalam kultur sel, identifikasi asam nukleat atau antigen serta deteksi antibodi spesifik terhadap virus. Oleh sebab itu deteksi dengue yang spesifik dan murah sangat dibutuhkan".
BPPT berupaya mencari solusi permasalahan nasional tersebut dengan mengembangkan Kit DBD berbasis teknik imunokromatografi dengan menggunakan anti–NS1 antibodi monoklonal. Antigen NS1 merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh virus dengue pada hari pertama hingga kelima paska terjadinya infeksi.
Antigen NS1, kata Irvan, memiliki aplikasi besar dalam serodiagnosis infeksi dengue, karena disekresikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dalam plasma atau serum penderita DBD. Irvan menambahkan, kemunculan antigen NS1 lebih awal dibandingkan antibodi anti-dengue, maka pendeteksian penyakit menggunakan antigen tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan pendeteksian antibodi IgG/IgM.
"Keunggulan lain dari Kit Diagnostik DBD adalah anti-NS1 antibodi monoklonal dikembangkan dari virus dengue strain lokal, yang merupakan koleksi Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Selain itu inovasi tersebut merupakan produk dalam negeri, mampu mendeteksi dini infeksi DBD, menggunakan bahan baku antibodi monoklonal berdasarkan strain lokal Indonesia, spesimen dapat berupa darah, plasma dan serum, mudah digunakan," lanjut Irvan.
Hasil diagnosanya pun dapat diperoleh relatif cepat (2-10 menit), tidak memerlukan alat untuk penggunaannya dan penyimpanan tidak memerlukan pendingin. "Selain itu, kita juga perlu langkah pencegahan seperti menguras mengubur dan menutup genangan air. Atau mendeteksi dini, jika demam dan ada bitnik merah di kulit, perlu kita deteksi awal dengan mengunjungi faskes terdekat. Apalagi kalau sampai terkena demam, tentu harus segera dibawa ke dokter terdekat," kata Irvan.
Sumber: Tempo