SUKABUMIUPDATE.com - Facebook menggunakan kebijakan khusus untuk memeriksa iklan politik yang beredar di platformnya. Media sosial besutan Mark Zuckerberg itu menggunakan daftar isu yang tercantum dalam Proyek Agenda Pembanding non-partisan atau non-partisan Comparative Agendas Project (CAP).
"Selama beberapa dekade, CAP telah mengumpulkan informasi tentang proses kebijakan pemerintah di seluruh dunia dan menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan daftar istilah umum terkait politik dan isu nasional. Kami akhirnya meluncurkan daftar 20 isu nasional bekerja sama dengan CAP," berdasarkan keterangan tertulis oleh Global Politics and Government Outreach Director Facebook Katie Harbath dan Director Public Policy Facebook Steve Satterfield, Rabu, 31 Oktober 2018.
Untuk menerapkan hal tersebut, Facebook harus mendefinisikan politik, karena iklan yang melakukan kegiatan advokasi untuk seorang kandidat atau berusaha memperluas dukungannya jelas merupakan hal yang berhubungan dengan politik. Namun, banyak organisasi, seperti komite aksi politik, juga berupaya memengaruhi pemilih soal isu sensitif tertentu melalui iklan, tanpa menyebut nama kandidatnya.
Bahkan, dalam keterangan tertulis, menurut Agensi Riset Internet, kebanyakan iklan yang memicu emosi adalah iklan terkait isu sensitif dan bukan terkait pemilu. Karena itu, Facebook memutuskan bahwa definisi konten politik harus mencakup iklan berbasis pemilu maupun isu tertentu.
"Di Amerika Serikat, tidak ada aturan atau lembaga federal tertentu yang mencantumkan daftar isu-isu spesifik untuk diatur dalam regulasi. Tapi untuk membuat sebuah kebijakan yang dapat diterapkan oleh tim peninjau, mereka membutuhkan sebuah daftar yang menjadi panduan dalam menentukan apa yang boleh dan tidak boleh," kata Harbath dan Satterfield.
Facebook kemudian membuat kebijakan yang berlaku untuk setiap iklan seputar isu-isu tersebut, seperti aborsi, senjata api, imigrasi atau kebijakan luar negeri. Dengan tujuan untuk memengaruhi debat publik, meningkatkan jumlah dukungan atau memilih kandidat tertentu.
Cara kerjanya adalah, mereka berdua memberaikan contoh misalnya pendidikan. Menurutnya pendidikan merupakan salah satu isu yang tecantum dalam 20 isu nasional tersebut. Namun, kebijakan Facebook hanya akan berlaku pada iklan pendidikan yang mencoba untuk mencapai suatu tujuan politik.
"Seperti reformasi pendidikan atau kebijakan pinjaman mahasiswa baru, bukan iklan untuk universitas atau beasiswa. Kasus lainnya lebih menarik. Iklan dari seorang pengacara imigrasi tidak akan ditandai sebagai iklan isu," tertulis dalam keterang tersebut. "Tapi jika pada dasarnya iklan yang sama juga mendukung reformasi imigrasi dengan cara apa pun, akan dianggap mengandung unsur politik dan akan diatur sesuai kebijakan kami".
Untuk menegakkan kebijakan tersebut, Facebook akan memeriksa gambar dan teks dari sebuah iklan, dan siapa yang menjadi target iklan. Jika sebuah iklan akan membawa seseorang ke situs web tertentu, kami juga akan memeriksa halaman websitenya.
Selain itu, teknologi Facebook juga bisa mengidentifikasi iklan pemilu dan mencegah iklan tersebut berjalan sebelum iklannya diotorisasi. Sistem Facebook, kata mereka, juga bisa mengidentifikasi iklan terkait isu. Seiring dengan semakin banyaknya iklan yang ditinjau, Facebook berharap kemampuan untuk mengidentifikasi iklan terkait isu tertentu juga akan semakin meningkat.
"Kami tidak selalu benar. Kami sadar bahwa kemungkinan besar kami akan melakukan kesalahan dengan meloloskan beberapa iklan, dan dalam kasus lain kami mungkin salah mengidentifikasi iklan terkait isu tertentu," lanjut mereka. "Kami akan terus meningkatkan kemampuan kami dalam meninjau iklan seiring berjalannya waktu. Kami juga akan meminta pengguna membantu kami mengidentifikasi iklan yang mungkin bermasalah".
Jika pengguna melihat sebuah iklan terkait konten politik yang tidak memiliki label, atau jika pengguna merasa bahwa konten tersebut mungkin tidak diizinkan tampil di Facebook, silakan laporkan iklan tersebut untuk selanjutnya akan ditinjau lebih lanjut.
Sumber: Tempo