SUKABUMIUPDATE.com - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) membuat inovasi alat pengukur luas panen padi teknologi Kerangka Sampling Area (KSA). Dengan alat tersebut data produksi beras diklaim lebih valid.
"Inovasi KSA ini merupakan tindak lanjut dari amanat atas kebijakan pangan pada 27 Januari 2016 lalu, di mana Presiden meminta adanya langkah yang valid dalam hal sistem data dan informasi pertanian," ujar Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT Hammam Riza, Rabu, 24 Oktober 2018.
Metode tersebut mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk memperbaiki data produksi padi. Hasilnya, berdasarkan data BPS terkoreksi data pangan, yakni luas baku sawah yang berkurang dari 7,75 juta hektare tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektare tahun 2018.
"KSA dapat memberikan data produktivitas pertanian yang sangat akurat dengan pengambilan data yang sesuai dengan titik koordinat langsung. Tahun lalu seluruh Pulau Jawa sudah dilakukan pengambilan data melalui metode KSA ini dan di tahun ini akan diupayakan untuk luar Pulau Jawa," kata Hammam.
KSA merupakan bukti bahwa teknologi berperan penting dalam menunjang akurasi data statistik, yakni untuk mengetahui produksi padi nasional, yang kemudian dikonversi menjadi produksi gabah kering giling (GKG) dan beras.
Hammam berharap dengan diterapkannya metode KSA dapat mengusung satu data yang valid dan akurat untuk dapat digunakan di mana-mana, baik untuk pengukuran dan produksi lahan baku.
"KSA bukan metode remote sensing, tapi data-data yang diperoleh dari citra satelit, data dari pemetaan radar, kemudian dilakukan ground check ke lapangan," tambah Hammam. "Sehingga kita mengetahui data koordinat yang ada di lokasi tersebut dan langsung di foto kemudian akan dimasukkan ke dalam sistem Android yang mengunci koordinat lahan sawah, sehingga akurat."
Metode KSA, menurut Hammam, digunakan untuk mengukur luasan panen padi mulai dari persiapan lahan, fase vegetatif awal hingga panen. BPPT dan BPS sudah menguji teknologi ini secara nasional.
Menurut Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah BPPT, Yudi Anantasena, meskipun data hasil hitung produksi padi BPS menunjukkan adanya surplus beras, tapi tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan impor beras.
Surplus itu, kata dia, terdapat pada petani, produsen, dan konsumen. Angka tersebut diharapkan dapat diuji kembali apakah aman untuk produktivitas padi.
“Masih banyak indikator lain yang digunakan pengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan impor," lanjut Yudi. "Tapi diperlukan kajiannya bersama BPS tahun depan dengan mempersiapkan dan menghitung luas lahan baku untuk jagung terlebih dahulu. Kami harapkan teknologi KSA ini dalam 5 tahun ke depan masih dapat dipakai dan diperbaiki dan dikembangkan lebih akurat lagi."
Metode tersebut diharapkan dapat digunakan selama beberapa tahun ke depan, seiring maintenance yang juga akan terus dilakukan guna peningkatan akurasi data. Pengembangan KSA, kata Yudi, dapat juga digunakan untuk pengembangan tanaman jagung atau komoditas pangan lain yang juga dirasa perlu untuk dikaji lebih dalam perhitungan produksinya, seperti kakao, kopi, dan lainnya.
Sumber: Tempo