SUKABUMIUPDATE.com - Informasi hoax selalu muncul, meski dalam kondisi bencana sekalipun. Setidaknya ada delapan informasi hoax terkait tsunami Palu, mulai dari jumlah korban hingga gempa susulan yang lebih besar.
Manusia memang mudah sekali percaya berita hoax. Hal itu wajar. Karena otak manusia gampang dipengaruhi oleh kecerdasan berpikirnya masing-masing.
"Jika menerima informasi yang baru dan masuk akal, maka informasi tersebut akan dianggap sebagai sebuah kebenaran," kata pakar Neurologi Universitas Indonesia (UI) Diatri Nari Lastri kepada Tempo melalui pesan singkat, Kamis, 4 Oktober 2018.
Menurut Daniel Kahneman, psikolog asal Amerika Serikat yang juga penerima Nobel Ekonomi pada 2002, dalam bukunya yang berjudul Thinking Fast and Slow (2011), otak manusia itu secara naluri mudah termanipulasi dan dibohongi. Ada lapisan di otak yang berpikir cepat dan tak logis. Sayangnya, tertulis dalam buku tersebut, ada bagian yang berpikir lambat, skeptis, sering sibuk dan cepat kelelahan.
Namun, Diatri tidak setuju dengan istilah "termanipulasi". Otak tidak bisa termanipulasi, kata dia, tapi menerima, memahami, memilih informasi yang didapatkan atau menilai informasi tersebut relevan atau tidak. Serta mengintrgrasikan dengan informasi yang ada, sehingga menggunakan informasi tersebut untuk mengarahkan nalar dan perilaku.
"Kemampuan untuk kritis dan mempercayai informasi juga perlu latihan yang akan menjadi kebiasaan," ujar Diatri yang juga bekerja sebagai peneliti di Divisi Neurobehavior Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UI-RSCM.
Supaya tidak mudah termanipulasi, menurut Diatri, tentu harus punya dasar kognitif yang baik. Harus juga terbiasa memahami dan memilih atau menilai kebenaran informasi dengan mengintegrasikan informasi yang sudah tersimpan.
Diatri mengatakan bahwa penyebaran hoax tidak bisa disebut sebagai kelainan untuk saat ini.
"Sekarang penyebaran hoax digunakan untuk kepentingan politik dan lain-lain. Orang menyebarkan hoax dibayar, termasuk media kadang juga menyebarkan hoax," lanjut dia. "Dan untuk mendiskreditkan seseorang atau menaikkan pamor seseorang, jadi tidak bisa disebutkan kelainan, karena itu juga suatu pekerjaan."
Sumber: Tempo