SUKABUMIUPDATE.com - Fitur fact-checking pada Facebook kini bukan hanya untuk mengurangi informasi berita palsu, jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu mengembangkan fitur tersebut untuk konten foto dan video dengan tujuan agar informasi di Facebook menjadi akurat bagi penggunanya.
"Kami mengerti bahwa orang ingin melihat informasi yang akurat di Facebook, karena itu dalam dua tahun terakhir, kami menempatkan upaya melawan misinformasi sebagai prioritas. Salah satu langkah yang diambil untuk mengurangi penyebaran berita palsu adalah bekerja sama dengan third-party fact checker untuk meninjau dan menilai akurasi konten tersebut," ujar Product Manager Facebook Antonia Woodford, Sabtu, 14 September 2018.
Saat ini, beberapa mitra Facebook untuk fact-checking aktif meninjau artikel yang telah menjadi konsumsi publik. Namun, Facebook terus berupaya menciptakan teknologi dan membangun kemitraan baru agar bisa mengatasi berbagai bentuk misinformasi lainnya.
Facebook memperluas program fact-checking untuk konten foto dan video kepada 27 mitra di 17 negara di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan mitra fact-checking baru. Upaya tersebut akan membantu layanan itu dalam mengidentifikasi dan mengambil tindakan atas berbagai jenis misinformasi yang tersebar dengan lebih cepat.
"Kami tahu bahwa memberantas berita palsu merupakan komitmen jangka panjang karena taktik pelaku kejahatan senantiasa berubah," tambah Woodford. "Pelajari lebih lanjut mengenai bagaimana upaya kami mengatasi misinformasi di Facing Facts."
Cara kerjanya sama seperti Facebook meninjau artikel berita. Aplikasi berlogo huruf F itu menciptakan mesin pembelajaran (machine learning) dengan berbagai sinyal yang diterima termasuk laporan dari pengguna Facebook, untuk mengidentifikasi konten yang berpotensi mengandung informasi yang salah.
Kemudian setelah itu foto dan video tersebut dikirim kepada fact-checker untuk selanjutnya ditinjau lebih lanjut, atau mitra fact-checker juga bisa menemukan konten tersebut. Kebanyakan mitra third-party fact checker Facebook memiliki keahlian untuk mengevaluasi foto dan video.
"Seiring dengan langkah jangka pendek yang kami ambil, kami juga berinvestasi di teknologi dan kemitraan agar kami bisa selangkah lebih maju dalam mengenali berbagai jenis misinformasi di masa datang," lanjut Woodford.
Selain itu, mitra fact-checker juga telah dilatih untuk menggunakan teknik verifikasi visual, seperti pencarian gambar terbalik dan menganalisis metadata gambar, seperti kapan dan di mana sebuah foto maupun video diambil.
Fact-checkers bisa menilai kebenaran atau kepalsuan foto maupun video dengan menggabungkan teknik verifikasi dan praktik jurnalistik lainnya, seperti mendalami lebih jauh menggunakan riset dari para ahli, akademisi atau lembaga pemerintah.
Sumber: Tempo