SUKABUMIUPDATE.com - Kasus pelecehan seksual pada perempuan mendorong Hibar Syahrul Gafur membuat sepatu listrik sebagai senjata pelindung. Prinsip kerja alatnya, sepatu yang ditendangkan ke pelaku kejahatan akan menyengat dengan setrum 450 volt.
"Nggak langsung bikin mati, kaget saja," katanya saat ditemui Tempo di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin, 10 September 2018.
Setrum dengan tegangan sebesar itu sebenarnya hanya berasal dari sebuah batu baterai kecil 9 volt. Sumber listrik itu dibenamkan bersama komponen lain di dalam sol sepatu. Komponen lain itu misalnya converter atau pengubah arus listrik.
Dari dalam sol sepatu itu arus listrik dialirkan ke sepasang kawat tembaga. Kawat itu dipasang di bagian ujung sepatu dan terbuka. "Kedua kutub dari dua kawat berlistrik itu akan menyatu ketika ditendangkan ke pelaku," ujar mahasiswa Manajemen Rekayasa Industri di Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB 2017 itu.
Hibar memasang alat pelindung itu pada kedua atau sepasang sepatu. Ia mengatur agar sengatan listrik hanya mengalir sekali tiap pemakai menendangnya. Jadi meskipun sepatu misalnya menempel pada pelaku, arus listriknya tidak serta merta menyengat terus.
Di bagian luar sol sepatu juga terlihat ada tombol saklar kecil untuk mengaktifkan dan mematikan alat. Kemudian ada lampu indikator yang mengabarkan kondisi setrum di baterai isi ulang. "Pembaruan yang diperlukan yaitu pengisian baterai secara wireless," katanya.
Dengan tambahan perangkat itu, berat sepasang sepatu bertambah sekitar 100 gram atau satu ons. Hibar pernah menjajal pemasangannya pada tiga jenis sepatu wanita, termasuk hak tinggi. Bagian solnya yang tebal bisa untuk menyembunyikan perangkat alat pelindung itu.
Menurutnya, sepatu bakal aman ketika dipakai untuk beraksi. Listrik tidak menyetrum balik pengguna. Pun ketika misalnya kawat yang terbuka di ujung sepatu tersiram atau terkena air ketika dipakai sebagai alas kaki harian. Selain untuk melawan pelaku kejahatan seksual, sepatu pelindung itu bisa dipakai untuk mengantisipasi tindak kriminal lain yang mengancam pengguna.
Hibar mengatakan, kreasinya itu ia rintis ketika masih di kelas dua Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor. Berbiaya riset sekitar Rp 2 juta, biaya alat pelindung itu ditaksirnya kurang dari Rp 100 ribu di luar ongkos bongkar pasang jahitan ke tukang sol.
Ide dan karyanya itu pernah meraih medali emas kategori Safety and Health dalam kompetisi Internasional Exhibition for Young Inventors (IEYI) 2013 di Malaysia. Hibar juga mendapatkan penghargaan Bela Negara dari Kementerian Pertahanan dengan usia termuda pada 2014.
Sumber: Tempo