SUKABUMIUPDATE.com - Isu gempa besar tersebar di sebagian warga di Sukabumi, Jawa Barat. Belakangan beredar kabar tak jelas agar warga Sukabumi berhati-hati. Pesan itu dikaitkan bakal adanya gempa berskala 8,0 Skala Richter di Jawa Barat yang entah kapan waktunya.
"Sedang jadi hot news, sedang viral di kalangan awam Sukabumi. Isunya bakal ada gempa lebih dari skala 7," kata Ani Haerani, seorang warga Sukabumi. Karena isu itu katanya ada ibu rumah tangga yang mengemas barang berharga dan sebagian jadi susah tidur.
Dia bersama serombongan warga dari Sukabumi datang langsung menanyakan kebenaran isu tersebut ke Bandung. Mereka berangkat jam dua pagi agar bisa ikut acara Geoseminar yang membahas keaktifan Sesar Lembang di Bandung, Jumat, 6 September 2018. Tujuannya mencari kejelasan soal ancaman gempa besar serta keaktifan Sesar Cimandiri.
Seorang pembicara seminar dari Geodesi ITB, Irwan Meilano mengatakan, yang membuat orang jadi panik adalah ketidak tahuan lalu ketika mencari informasi dapat yang salah. Dia mengatakan Sesar Cimandiri tergolong aktif dan perlu diwaspadai, termasuk dampaknya yaitu longsor.
Menurut peneliti gempa di Pusat Survei Geologi Asdani Soehaimi jalur Sesar Cimandiri cukup panjang. "Mulai dari Pelabuhan Ratu, masuk ke selatan Cianjur, Padalarang, lalu ke Lembang," kata dia. Pergerakan sesar Lembang disebutnya tergolong normal, sementara bagian sesar atau patahan di Padalarang termasuk naik pun Sesar Cimandiri.
Berdasarkan buku Peta dan Sumber Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Sesar Cimandiri terbagi menjadi tiga segmen berarah barat-timur. Bagian paling barat yang dekat Samudera Hindia, pergerakan sesarnya tercatat 0,55 milimeter per tahun. Maksimal besaran gempanya dihitung bermagnitudo 6,7.
Segmen kedua Sesar Cimandiri yang disebut Nyalindung-Cibeber, melaju 0,4 milimeter per tahun. Maksimal besaran gempanya dihitung bermagnitudo 6,5. Segmen terakhir yang melintasi daerah Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, pergerakan sesarnya 0,1 milimeter per tahun. Maksimal besaran gempanya dihitung bermagnitudo 6,6.
Para ahli gempa di dunia belum ada satu pun yang bisa memprediksikan secara berulang kali dengan pasti, kapan dan di mana suatu gempa akan terjadi.
Sebelumnya, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Pengingatan Dini Tsunami BMKG Daryono Agustus lalu mengatakan, upaya peramalan gempa sebenarnya telah lama dilakukan di berbagai negara demi menghindari kematian dan korban luka secara massal.
Misalnya, di Jepang pada masa kerajaan di akhir abad ke-19 dengan pengamatan kondisi alam hingga perilaku binatang. Namun para ahli dan peneliti gempa sedunia sejauh ini belum pernah ada yang sukses, pun setelah mengerahkan teknologi dan metode terbaru.
Daryono mengatakan, Cina pernah sukses memprediksi gempa Haicheng yang bermagnitudo 7,5 pada 4 Februari 1975. Proses peramalan sejak medio Desember 1974 itu berhasil memindahkan penduduk beberapa jam sebelum gempa. Hampir 90 ribu orang selamat, sementara kota hampir hancur total.
Tapi keberhasilan itu hanya sekali. Dengan metode yang sama serta dukungan teknologi canggih, peramalan selanjutnya gagal mendahului gempa-gempa besar berikutnya di Cina. Peramalan gempa di Jepang pun, kata Daryono, meleset ketika muncul gempa Tahoku 2011. Peneliti yang meramal gempa sesar San Andreas di Amerika Serikat juga ada yang menyerah.
Konon hanya Cina kini yang masih meneliti prediksi gempa. Sementara Jepang dan Amerika Serikat, kata Daryono, mengalihkan alokasi anggaran dananya untuk mitigasi gempa, seperti penguatan struktur bangunan dan masyarakat di kawasan berisiko. Kajian prediksi tetap dilakukan namun bukan prioritas.
"Hingga saat ini, tidak ada satupun lembaga resmi dan pakar yang kredibel dan diakui mampu memprediksi gempa," kata Daryono.
Sumber: Tempo