SUKABUMIUPDATE.com - Kembang api menjadi sebuah bagian yang tampaknya tak boleh terlupa dari sebuah perhelatan akbar, termasuk Asian Games 2018. Semua berawal dari zaman Cina kuno hingga berkembang dan meluas, kembang api berevolusi secara signifikan.
Kembang api pertama atau petasan mesiu, hanya berupa letusan sederhana, tapi versi modern dapat membuat bentuk, banyak warna dan berbagai suara. Sebelum terjun ke dalam sejarah kembang api, penting untuk memahami cara kerja kembang api.
1. Sains Kembang Api
tabung berisi mesiu dan lusinan polong kecil. Setiap polong disebut bintang dan berukuran sekitar 1 hingga 1,5 inci (3 hingga 4 cm). Menurut American Chemical Society (ACA) kembang api terdiri dari bahan bakar, zat pengoksidasi, pengikat dan garam logam atau oksida logam untuk warna.
Kembang api juga memiliki sekring yang disulut untuk menyalakan mesiu. Setiap bintang membuat satu titik dalam ledakan kembang api. Ketika pewarna dipanaskan, atom mereka menyerap energi dan kemudian menghasilkan cahaya karena mereka kehilangan energi berlebih. Bahan kimia yang berbeda menghasilkan jumlah energi yang berbeda, dan menciptakan warna yang berbeda.
Misalnya, ketika natrium nitrat dipanaskan, elektron dalam atom natrium menyerap energi dan terjadi pembakaran. Ketika elektron turun dari ketinggian, mereka melepaskan energi, sekitar 200 kilojoule per mol (satu unit pengukuran untuk zat kimia), atau energi cahaya kuning.
ACA juga menjelaskan warna-warna yang keluar dari kembang api, untuk biru menggunakan senyawa tembaga-klorida, merah menggunakan garam strontium, strontium karbonat dan garam lithium. Warna ungu, dibuat dengan campuran senyawa tembaga penghasil biru dan senyawa strontium penghasil merah.
Sementara warna kuning jeruk dibuat dengan garam kalsium dan kalsium klorida, dan hijau dibuat dengan barium klorida dan senyawa barium lainnya.
2. Sejarah Kembang Api
Kebanyakan sejarawan berfikir kembang api ditemukan di Cina, meskipun beberapa berpendapat bahwa munculnya kembang api berasal dari daerah Timur Tengah atau India. Di suatu tempat sekitar 800 M, ahli kimia Cina mencampurkan senyawa kalium nitrat, sulfur dan arang untuk menciptakan mesiu mentah, menurut American Pyrotechnics Safety and Education Foundation. Dan kembang api bukan tujuan mereka.
Mereka sebenarnya mencari resep untuk kehidupan kekal, tapi yang mereka ciptakan mengubah dunia. Begitu mereka menyadari apa yang telah mereka buat adalah ledakan, orang Cina percaya bahwa ledakan tersebut bisa mengusir roh jahat.
Untuk membuat beberapa kembang api pertama, para ahli kimia mengemas mesiu baru ke dalam rebung dan melemparkan tunas ke dalam api, yang menciptakan ledakan keras. Setelah itu, kembang api berevolusi. Tabung kertas menggantikan batang bambu, misalnya, dan bukannya melemparkan tabung dalam api, orang menambahkan sekring yang terbuat dari kertas tisu.
Pada abad ke-10, orang Cina telah mengetahui bahwa mereka dapat membuat bom dengan mesiu, dengan demikian mereka menempelkan petasan ke anak panah untuk menembak musuh. Setelah 200 tahun, kembang api diasah menjadi roket yang dapat ditembakkan ke musuh tanpa bantuan panah. Teknologi ini masih digunakan saat ini dalam pertunjukan kembang api.
Pada 1295, seorang penjelajah, Marco Polo membawa kembang api ke Eropa dari Asia. Namun, menurut lembaga riset Smithsonian, orang Eropa mengenalnya sebagai senjata mesiu selama Perang Salib beberapa tahun sebelumnya. Kemudian, sekitar abad ke-13, bubuk mesiu dan resep sampai ke Eropa dan Arab melalui diplomat lain, penjelajah dan misionaris Fransiskan.
Dari sana, Barat mengembangkan teknologi kembang api menjadi senjata yang lebih kuat yang kita kenal sekarang sebagai meriam dan musket. Orang-orang di Barat masih mempertahankan gagasan asli tentang kembang api dan menggunakannya selama perayaan. Penghibur juga menggunakan kembang api sebagai medianya di Inggris pada abad pertengahan.
Di Inggris, para penguasa menggunakan pertunjukan kembang api untuk menghibur pengikutnya. Pertunjukan kembang api kerajaan pertama diperkirakan terjadi pada hari pernikahan raja Inggris, Henry VII pada 1486. Tidak kalah, kaisar Rusia pertama yang dijuluki Czar Peter the Great of Russia juga mengadakan pertunjukan kembang api selama 5 jam untuk menandai kelahiran putranya.
3. Seni Ledakan
Selama zaman Renaisans, sekolah-sekolah piroteknik bermunculan di seluruh Eropa, sebagaimana dilansir History.co. Sekolah tersebut mengajarkan siswa tentang bagaimana menciptakan ledakan yang rumit. Bahkan di Italia, kembang api sangat populer. Pada tahun 1830-an, orang-orang di negara itu memasukkan sejumlah logam kecil dan bahan lain untuk meningkatkan kecerahan dan membuat kembang api memiliki bentuk kreatif.
Akhirnya, mereka mengembangkan lebih banyak warna untuk kembang api. Sampai saat itu, semua kembang api berwarna oranye. Orang Italia menciptakan campuran dengan berbagai bahan kimia, menghasilkan tampilan kembang api yang jauh lebih dekat ke versi modern. Mereka menggunakan strontium untuk merah, barium untuk hijau, tembaga untuk biru dan natrium untuk kuning.
Ketika orang Eropa mengalami perkembangan ke dunia baru, sama halnya resep kembang api. Beberapa orang mengatakan bahwa seorang tentara, Kapten John Smith, memulai pertunjukan kembang api pertama pada 1608 di Jamestown, Virginia, Amerika. Dan pada 4 Juli 1777 ulang tahun pertama Kongres Kontinental, mengadopsi Deklarasi Kemerdekaan, kembang api menjadi tradisi Fourth of July.
Tahun sebelumnya, presiden kedua Amerika, John Adams menulis dalam sebuah surat, "Hari itu akan sangat mengesankan dalam sejarah Amerika. Saya cenderung untuk percaya bahwa itu akan dirayakan oleh generasi berikutnya sebagai festival ulang tahun besar," tulis Adams dalam surat itu. Menurut Adams, pertunjukkan itu harus dikhususkan dengan kemegahan. Prediksinya benar, tradisi berlanjut pada 1777 dan berlanjut setiap tahun sejak saat itu.
Namun tidak semua orang menyukai kembang api. Pada 1731, Rhode Island, Amerika melarang penggunaan kembang api karena dianggap sebagai hal buruk. Pada 1890-an, negara bagian lain dan beberapa kota menciptakan peraturan untuk mengontrol bagaimana dan di mana kembang api dapat digunakan. Saat ini, banyak kota dan negara bagian masih memiliki hukum mereka sendiri yang mengatur penggunaan kembang api.
Sumber: Tempo