SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kasbani, mengatakan, tim yang dikirim memeriksa dampak kerusakan akibat gempa Lombok yang terjadi 29 Juli 2018 dan 5 Agustus 2018 menemukan sesar baru.
“Tim tanggap darurat menyebut sesar permukaan ini sebagai Sesar Naik Lombok Utara,” kata dia di kantornya, di Bandung, Senin, 13 Agustus 2018.
Kasbani mengatakan sesar tersebut baru teridentifikasi setelah memeriksa kerusakan yang terjadi akibat dua gempa Lombok masing-masing berkekuatan 6,4 Skala Richter dan 7 Skala Richter yang berselang hanya sepekan.
“Sesar Naik Lombok Utara ini berarah barat-timur membentuk zona sesar dengan sebaran utara-selatan. Diperkirakan masih berasosiasi dengan Sesar Naik Busur Belakang Flores (Flores Back Arc Thrusst),” kata dia.
Sesar tersebut dipetakan Tim Tanggap Darurat yang bekerja dua pekan, sehari setelah gempa Lombok pertama tanggal 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 Skala Richter. Tim meneruskan pemeriksaannya setelah gempa kedua selang sepekan kemudian yang menghantam Lombok pada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan hingga 7 Skala Richter. “Sesar ini yang menyebabkan kerusakan parah di daerah yang dilaluinya,” kata Kasbani.
Kasbani mengatakan, jejak sesar yang muncul di permukaan itu berupa retakan tanah, serta tanah yang bergerak naik hingga setengah meter. “Sesar permukaan berarah barat-timur itu mengindikasikan gerakan naik dengan offset vertical di Desa Sambil Bengkol, Kayangan, dan Selengan bervariasi antara 2 cm hingga 50 cm,” kata dia.
Kasbani mengatakan kerusakan akibat gempa pertama yang menghantam Lombok pada 29 Juli 2018 berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur. Kerusakan terkonsentrasi di Dusun Malempo di Desa Obel-Obel, Dusun Katapang di Desa Mandayin; keduanya di Kecamatan Sambelia, serta Desa Sajang di Kecamatan Sembalun.
“Di tiga lokasi itu ditemukan retakan tanah yang berarah barat-timur. Retakan ini yang menyebabkan kerusakan parah pada bangunan yang dilaluinya,” kata dia.
Sementara gempa kedua yang menghantam Lombok sepekan kemudian terkonsentrasi di Lombok Utara. Kerusakan berat akibat gempa dengan kekuatan 7 Skala Richter itu tersebar di Dusun Tampes Desa Selengan, Dusun Braringan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, dan Desa Sambik Bengkol Kecamatan Gangga.
“Daerah tersebut tersusun oleh endapan Kuarter berupa rombakan gunung api muda yang telah mengalami pelapukan dan endapan aluvial pantai. Karakteristik endapan Kuarter ini memperbesar efek goncangan gempa bumi,” kata Kasbani.
Kasbani mengatakan, gempa Lombok juga menimbulkan likuifaksi atau pelulukan tanah. Peristiwa likuifaksi tersebut diikuti dengan memancarnya air ke permukaan tanah. Jejak fenomena likuifaksi tersebut ditemukan tersebar di Kecamatan Gangga, Kayangan, dan Bayan.
“Likuifaksi menyebabkan kekuatan daya dukung tanah itu berkurang, sehingga tidak bisa memberikan dukungan yang kuat pada bangunan di atasnya, akhirnya bangunan roboh,” kata dia.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi, PVMBG, Sri Hidayati mengatakan, tiga penyebab kerusakan bangunan akibat gempa Lombok. “Satu goncangan. Ada gedung yang roboh, bisa disebabkan oleh goncangannya. Kedua oleh surface rupture (sesar permukaan) atau deformasi di permukaan dan bahaya ikutannya yaitu gerakan tanah, dan ketiga likuifaksi,” kata dia di Bandung, Senin, 13 Agustus 2018.
Sri mengatakan, retakan yang ditemukan bervariasi panjangnya. Salah satu yang terpanjang ditemukan di Desa Sambik Bengkol dengan panjang 370 meter. “Semua area yang dilalui itu, rumah-rumahnya roboh, rusak semua,” kata dia.
Gempa Lombok juga meninggalkan jejak pergeseran naik atau off-set vertikal . “Pergeseran vertikal itu dari yang 2 cm sampai 50 cm. Kita bisa melihat betapa kuatnya gempa Magnitudo 7 itu di daerah Lombok Utara dalam hal ini di Selengan, Sambik Bengkol, dan Desa Kayangan,” kata Sri.
Sri mengatakan, pemerintah daerah setempat diminta menghindari membangun di atas daerah yang retak serta jejak-jejak pergerakan sesar naik. “Daerah ini kalau nanti kita bangun lagi, di situ kemudian terjadi gempa lagi, kemungkinan akan mengalami kerusakan yang sama,” kata Sri.
PVMBG memberikan sejumlah rekomendasi dari hasil penelitian tim tanggap darurat tersebut, di antaranya meminta pemda setempat agar bangunan vital yang mengundang konsentrasi banyak orang agar mengikuti kaidah bangunan tahan gempa, menghindari membangun pada daerah seputaran lereng terjal, serta melarang membangun di atas zona pergeseran tanah dan retakan akibat gempa Lombok, serta pemda diminta merevisi RTRW di Lombok Timur dan Lombok Utara.
“Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara agar segera merevisi RTRW berdasarkan peta kawasan rawan bencana geologi yang dikeluarkan Badan Geologi mencakup bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, dan gerakan tanah,” kata Kasbani.
Sumber: Tempo