SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihak Facebook kembali menemukan firma analisis data sejenis Cambridge Analytica bernama CubeYou yang diduga juga melakukan pembocoran data pribadi pemilik akun. "Hari ini nambah lagi, saya baru dapat infonya juga tadi," tutur Rudiantara di Gedung Cyber Tower 2, Jakarta, Senin malam, 9 April 2018.
Rudiantara pun telah memerintahkan stafnya untuk menindaklanjuti penemuan tersebut. Ia ingin tau apakah ada warga Indonesia yang kembali menjadi pembocoran data lewat aplikasi tersebut. "Saya udah minta tanya lagi, ada enggak orang Indonesia yang kena CubeYou," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, satu juta data pengguna Facebook asal Indonesia bocor dalam skandal yang melibatkan lembaga konsultan politik Cambridge Analytica. Di seluruh dunia, diperkirakan tak kurang dari 87 juta data pengguna Facebook juga bocor.
Setelah kasus kebocoran Cambridge Analytica itu, Kementerian Kominfo telah memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada pihak Facebook pada 5 April 2018 lalu. Rudiantara mengatakan ia pun mewajibkan Facebook untuk melapor secara berkala terkait perkembangan kasus ini. "Kalau angka kebocoran data masyarakat Indonesia bertambah, kami minta mereka lapor ke Kementerian Kominfo," tutur dia.
Jika kasus ini berkelanjutan dan dianggap semakin membahayakan, kata Rudiantara, Kementerian Kominfo bisa saja melakukan pemberhentian sementara terhadap operasi Facebook di Indonesia.
Kementerian Kominfo juga sudah bekerja sama dengan Kepolisian RI untuk melakukan investigasi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Muhammad Iqbal mengatakan Polri pada prinsipnya akan mendukung Kemkominfo dalam melindungi hak privasi masyarakat Indonesia.
lqbal bahkan menyebutkan, Badan Reserse Kriminal Polri sudah mulai menindaklanjuti permintaan Kemkominfo tersebut. Dalam waktu dekat dia menambahkan Polri akan melakukan kordinasi dengan sejumlah lembaga. "Sudah mulai ditindaklanjuti oleh Bareskrim," kata Iqbal.
Asal kebocoran masif data Facebook ini diungkap oleh Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, pada koran Inggris, The Guardian, Maret 2018 lalu. Menggunakan aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR) milik peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Data itulah yang secara ilegal dijual kepada Cambridge Analytica dan kemudian digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Konsultan politik ini bahkan menyebarkan isu, kabar palsu dan hoax untuk mempengaruhi pilihan politik warga lewat Facebook.
Sumber: Tempo