SUKABUMIUPDATE.com - Ilmuwan dari Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Chairul Hudaya dan Iwa Garniwa, menciptakan sebuah solusi untuk permasalahan listrik di daerah terisolasi dan tertinggal di Indonesia. Mereka menciptakan sebuah teknologi bernama Tabung Listrik (TaLis).
Chairul menjelaskan, TaLis adalah sebuah perangkat penyimpanan energi berbasis baterai lithium-ion tipe 18650 yang dirangkai dengan sebuah battery management system (BMS). TaLis dibuat memiliki kapasitas bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan beban.
"Jika dianalogikan, TaLis sama dengan sebuah power bank yang kapasitasnya cukup besar untuk menyuplai kebutuhan listrik rumah tangga maupun untuk alat-alat produksi," kata Chairul kepada Tempo, kemarin. Karena itu, dalam konsep TaLis, energi listrik bisa disimpan dalam sebuah media penyimpanan energi (baterai) untuk selanjutnya dipakai mengoperasikan peralatan elektronik.
"Dengan demikian, kebutuhan listrik tidak lagi bergantung pada sistem transmisi jarak jauh dari sumber pembangkit listrik raksasa," ujarnya.
Menurut Chairul, dengan bentuknya yang ringan dan portabel, TaLis dapat menyimpan 630 Wh energi listrik berbasis baterai lithium-ion serta mudah dipakai karena menggunakan sistem plug and play alias pasang dan pakai. Tidak hanya itu, Chairul melanjutkan, TaLis tidak memerlukan kWh meter dan jaringan distribusi listrik sehingga harganya murah.
"Semua ini merupakan keunggulan TaLis dalam menjadi sebuah media pengantar listrik di daerah-daerah yang terisolasi dan belum terdapat jaringan listrik," katanya.
Satu unit TaLis dapat menyuplai satu kebutuhan rumah di pedesaan. "Ini adalah sebuah bentuk inovasi bagi dunia listrik Indonesia yang masih sangat bergantung pada metode konvensional dalam melakukan distribusi listrik," kata dia.
Chairul menceritakan, awal mula dia membuat TaLis dilatarbelakangi oleh banyaknya rumah tangga dan desa yang belum mendapat aliran listrik di Indonesia. Hal ini terlihat dari rasio elektrifikasi yang rendah, seperti beberapa daerah di wilayah Maluku dan Papua.
Dari data Badan Pusat Statistik, ada lebih dari 2.500 desa tak berlistrik. Sedangkan, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tingkat rasio elektrifikasi pada 2014 ada di angka 84,35 persen, sementara pada 2015 ada di angka 88,30 persen.
Pada 2017, rasio elektrifikasi mencapai 92,75 persen. Meski begitu, masih banyak daerah di Indonesia yang rasio elektrifikasinya jauh di bawah rata-rata nasional.
Hal ini sangat nyata di daerah-daerah terpencil dan jauh dari pusat pembangunan, seperti di daerah pegunungan serta pulau di Maluku dan Papua. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi di Maluku sebesar 59,17 persen. Sedangkan pada Juni 2017, Papua baru mencapai angka 48,74 persen.
Selama ini, guna memenuhi pasokan listrik di Indonesia, pemerintah biasanya menggunakan pembangkit listrik dalam skala besar untuk kemudian dipasok ke masyarakat menggunakan kabel. Pembangunan pembangkit listrik baru serta tata kelengkapan listrik lainnya tentu bukan persoalan mudah. Banyak yang harus diselesaikan terkait dengan perizinan, pembebasan lahan, tata ruang, dan pendanaan. Itu yang kemudian menyebabkan biaya penyediaan listrik di Indonesia menjadi sangat mahal.
Chairul berharap TaLis dapat menjadi solusi penyediaan listrik di daerah yang masih belum berlistrik. Prototipe TaLis sudah terpasang di Sekolah Master Indonesia, Depok, sejak November 2017 hingga saat ini.
Sumber: Tempo