SUKABUMIUPDATE.com - Para ahli memprediksi dunia bisa kehabisan cokelat dalam waktu 40 tahun ke depan karena tanaman kakao sedang berjuang untuk bertahan hidup di iklim yang lebih hangat.
Pepohonan itu hanya bisa tumbuh di area sekitar 20 derajat ke utara dan selatan Khatulistiwa serta berkembang dengan kondisi spesifik seperti kelembaban tinggi dan hujan lebat.
Namun kenaikan suhu hanya 2,1C selama 30 tahun ke depan yang disebabkan oleh pemanasan global bakal menimbulkan malapetaka bagi tanaman tersebut dan pada akhirnya ke industri cokelat di seluruh dunia, menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS.
Saat merkuri naik dan menyerap lebih banyak air dari tanah dan tanaman, para ilmuwan percaya bahwa tidak mungkin curah hujan akan meningkat untuk mengimbangi kehilangan kelembaban yang ada.
Hal itu berarti daerah produksi kakao akan menanjak ke daerah pegunungan yang dipelihara untuk satwa liar hingga tahun 2050.
Pejabat di negara-negara seperti Pantai Gading dan Ghana - yang memproduksi lebih dari separuh coklat dunia - akan menghadapi dilema yang menyakitkan, apakah akan memelihara persediaan cokelat di dunia atau menyelamatkan ekosistem mereka yang sekarat.
Tahun lalu para ahli memperkirakan bahwa dunia sedang menuju defisit cokelat karena pembeli di negara-negara berkembang menyita lebih banyak makanan manis tersebut.
Konsumen Barat makan rata-rata 286 batang coklat setahun – akan lebih jika berasal dari Belgia, menurut temuan penelitian yang berjudul Destruction by Chocolate.
Untuk 286 batang cokelat, produsen perlu menanam 10 pohon kakao untuk membuat kakao dan mentega yang merupakan bahan utama dalam produksi cokelat.
Sejak tahun 1990-an, lebih dari satu miliar orang dari Cina, Indonesia, India, Brazil dan bekas Uni Soviet telah memasuki pasar untuk kakao. Meski permintaan meningkat, pasokan belum naik dan stok kakao dilaporkan turun.
Doug Hawkins, dari firma riset Hardman Agribusiness yang berbasis di London, mengatakan produksi kakao mengalami tekanan karena metode pertanian tidak berubah selama ratusan tahun.
“Tidak seperti tanaman pohon lain yang mendapat manfaat dari pengembangan teknik kultivar dan teknik pengolahan hasil panen modern dan tinggi untuk mewujudkan potensi genetika mereka, lebih dari 90 persen tanaman kakao global diproduksi oleh petani kecil di peternakan subsisten dengan material penanaman yang tidak membaik,†ujar Hawkins sebagaimana dikutip Daily Mail awal tahun ini.
Beberapa laporan menyebutkan petani kakao di negara produsen utama dunia, Pantai Gading, telah menggunakan hutan lindung secara ilegal untuk memenuhi permintaan. “Indikatornya adalah bahwa kita bisa melihat defisit cokelat 100.000 ton per tahun dalam beberapa tahun ke depan,†ujar Hawkins.
Sumber: Tempo