SUKABUMIUPDATE.com - Ilmuwan kembali mengungkap hal menarik, yakni cacing bisa hidup di tanah Mars. Bukan berarti benar-benar dikembangkan di Mars, tapi menggunakan tanah simulasi yang dibuat semirip mungkin dengan kondisi Planet Merah tersebut.
Ilmuwan dari Wageningen University and Research menggunakan tanah simulasi yang dibuat Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) untuk melakukan riset ini. Tanah ini dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari wahana di Mars.
Sebetulnya, menurut NASA, tidak ada tanah seperti di bumi di Mars. Sebab, kalau mengacu definisi "tanah" di bumi, harus mengandung bahan organik. Ilmuwan menyebut tanah di Mars hanya untuk membedakan batuan yang lebih halus ketimbang kerikil di Planet Merah tersebut.
Peneliti kemudian menambahkan tanaman rucola alias arugula yang biasa dipakai untuk campuran salad, pupuk kandang, dan cacing tanah. Tak hanya hidup, cacing-cacing tersebut bisa bereproduksi. "Pupuk kandang jadi kunci utama di sini," kata Wieger Wamelink, peneliti dari Wageningen, seperti dilansir laman Space.com, Kamis, 7 Desember 2017.
Sebelumnya, pada 2016, Wamelink dan tim mencoba menanam sayuran di tanah simulasi ini. Namun, mereka tidak mendapatkan apapun. Karena itu, mereka mencoba riset terbaru, yakni menambahkan pupuk kandang dan cacing tanah. "Kami ingin lihat apakah mereka bisa tetap hidup dan mengubah pembusukan menjadi nutrisi seperti di bumi," kata dia.
Menurut Wamelink, manusia harus mengungkap misteri ini terlebih dahulu sebelum membangun koloni di Mars seperti yang direncanakan NASA pada 2030. Isu makanan, kata dia, tentu menjadi hal utama.
Wamelink lantas memulainya dengan pupuk, tanaman rucola, dan cacing. Kenapa rucola? Menurut Wamelink, butiran tanah Mars memiliki tepi tajam yang bisa membahayakan pencernaan cacing tanah. Karena itu, tanaman tersebut penting untuk melembutkan tanah. Dia dan tim melakukan eksperimen di pot. Mereka juga menggunakan pot berisi pasir perak bumi sebagai perbandingan. Dan hasilnya sungguh menakjubkan.
"Tanah Mars lebih unggul ketimbang pasir bumi," ujarnya. "Pupuk dan cacing tanah adalah kunci."
Ke depannya, Wamelink dan tim ingin melihat berapa besar kandungan perklorat dan klorin, yang berbahaya bagi manusia, di dalam sayuran yang tumbuh di tanah Mars.
Meski berhasil, tapi Wamelink dan tim masih belum menekankan ada hambatan lain, yakni iklim. Menurut Wamelink, cara ini akan berhasil dengan lingkungan yang dikontrol iklim.
"Bukan yang bisa cepat membeku seperti di Mars," kata dia. "Juga harus ada air cair dan pelindung radiasi. Mars tidak seperti bumi, di sana medan magnet globalnya sedikit."
Semua hal tersebut memang bisa dilakukan di rumah kaca. Masalahnya, Mars memiliki 60 persen dari jumlah berat bumi. Artinya, tanaman di sana akan tumbuh 60 persen lebih besar ketimbang di sini.
Beruntungnya, ada cara untuk mengatasi itu. Ilmuwan dari Utah State University dan NASA, seperti dilansir laman Science Alert, telah bekerja sama untuk mengembangkan sistem serat optik yang bisa menghasilkan cahaya untuk tanaman yang sedang tumbuh.
Sumber: Tempo