SUKABUMIUPDATE.com - Astronom Planetarium dan Observatori Jakarta, Rony Syamara, mengatakan bahwa hujan meteor Leonid akan terjadi setiap tahun dan akan mengalami puncaknya pada 17 dan 18 November. Hal ini ada hubungannya dengan revolusi bumi mengelilingi matahari.
"Hujan Meteor tip tahun pasti ada," ujar Rony, saat dihubungi, Jumat, 17 November 2017.
Hujan meteor Leonid terjadi ketika bumi yang berevolusi memasuki sisa debu ekor komet atau melintasi orbit Komet Tempel-Tuttle. Komet tersebut mengelilingi matahari setiap 33,3 tahun dan akan meninggalkan puing-puing debu di belakangnya. Bumi memiliki gravitasi menyebabkan sisa debu ekor komet tertarik. Dan ketika sampai di atmosfer debu komet akan terbakar, yang dapat disebut dengan meteor.
"Selain hujan Leonids, bulan November ini masyarakat juga masih dapat melihat meteor Alfa-Monocerotids yang arah datangnya dari rasi bintang Monoceros," kata Rony.
Namun, yang paling menarik di antara hujan meteor adalah meteor Leonid. Berdasarkan catatan sejarah pernah terjadi badai meteor di dunia yang paling dahsyat yaitu pada 1833 dengan jumlah meteor jatuh mencapai seratus ribu meteor per jam. Di Indonesia, fenomena hujan meteor Leonid paling menarik terjadi pada 1998, ada seribu sampai dengan dua ribu meteor per jam.
Menurut Rony, tempat terbaik untuk menyaksikan fenomena meteor jatuh adalah berada di lokasi bebas polusi, lokasi yang terbuka atau tidak ditumbuhi jajaran pohon-pohon tinggi. Beruntung saat terjadi hujan meteor Leonid tahun ini, bulan bereda pada fase bulan baru sehingga jarak pandang tidak buruk. Pada 2016, jarak pandang buruk karena terjadi polusi bulan, yang menyebabkan cahaya bulan melampaui cahaya meteor.
Sumber: Tempo