SUKABUMIUPDATE.com - Sekar Mira, Peneliti Paus di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, mengakui  bahwa Ambergris atau muntahan Paus Sperma memiliki nilai yang tinggi dan menjadi incaran kolektor luar. Namun dia mengingatkan bahwa mamalia ini termasuk hewan yang dilindungi.
Sekar mengatakan Ambergris yang merupakan sekresi saluran cerna Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang banyak digunakan untuk membuat wewangian. Saat ini, menurutnya, produk sintetis untuk Ambergris juga sudah banyak. “Namun mungkin untuk kalangan kolektor memang masih ada yang mau bayar tinggi,†ujarnya kepada Tempo, Selasa 14 November 2017.
Sekar mengatakan dirinya pernah didatangi beberapa orang dari Ambon yang berkonsultasi soal Ambergris ini. “Mereka berniat baik ingin memberdayakan masyarakat lokal mencari Ambergris karena ada orang Eropa yang mau menampung dan membelinya,†ujarnya.
“Saya sampaikan bahwa Paus Sperma termasuk dalam mamalia laut yang sepenuhnya telah dilindungi di Indonesia, meskipun mungkin di Eropa masih legal untuk menjual-belikan Ambergris,†ujarnya.
Tak hanya itu yang membuat Sekar menentang utusan masyarakat Ambon itu. “Secara global pun kalau dilihat di daftar merah dari IUCN ((International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), Physeter macrocephalus ini telah masuk kategori vulnerable atau rentan,†ujarnya.
Ambergris atau muntahan Paus Sperma ini mencuat setelah Sukadi, nelayan asal Bengkulu, menemukannya sebanyak 200 kilogram awal November ini. Sukadi mengaku secara tidak sengaja melihat benda berwarna putih tersebut mengapung di atas laut saat melaut di sekitar Pulau Enggano.
Sukadi, berniat menjual muntahan paus atau Ambergris itu. "Rencananya dijual Rp 22 juta tiap kilogram," kata Sukadi saat dihubungi Tempo, Senin, 13 November 2017.
Sumber: Tempo