SUKABUMIUPDATE.com - Gadget tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ayah, ibu, dan anak, kini semua pegang gadget masing-masing. Ada yang sibuk bekerja, berjejaring sosial, atau sekadar bermain lewat gadget. Kondisi anggota keluarga yang berjarak satu sama lain gara-gara gadget disebut technoference.
Dalam studi yang dilakukan Universitas Pennsylvania, sebanyak 40 persen ibu dan 32 persen ayah mengakui penggunaan teknologi digital berkaitan dengan munculnya technoference dengan anak mereka. Hanya 11 persen orang tua yang menyatakan bahwa technoference tidak terjadi.
Technoference merupakan cikal bakal munculnya masalah perilaku pada anak. Ada dua jenis gangguan perilaku yang kemungkinan dialami anak yang menjadi korban technoference.
Pertama, gangguan eksternal atau penyimpangan perilaku yang diekspresikan dengan perilaku agresif seperti hiperaktif, tidak bisa duduk diam dalam waktu lama, mudah frustrasi, mudah mengalami tantrum atau berperangai pemarah, dan suka mencari perhatian orang lain.
Kedua, gangguan perilaku anak internal yang menyerang sifat atau pembawaan anak. Biasanya gangguan ini berupa sifat anak yang mudah merajuk, merengek, dan gampang bersedih.
Ini sebabnya, Tony Anscombe, salah satu perwakilan AVG Technologies, mengajak orang tua agar lebih bijak dalam menggunakan gadget terutama di rumah. “Dengan kondisi anak-anak mulai menggunakan ponsel di usia yang semakin muda, penting bagi orang tua untuk mencontohkan kebiasaan baik di rumah,†kata Anscombe.
Memang sulit menjauh dari gadget di rumah, tapi dia mengingatkan, orang tua adalah adalah rujukan pertama dan utama pada anak. "Ketika orang tua berharap anak tidak berlebihan dalam main gadget, maka orang tua harus memberi contoh dan menyadari bagaimana perilaku mereka selama ini," katanya.
Jadi, sebelum melarang anak main gadget, sebaiknya orang tua instrospeksi diri apakah penggunaan gadget mereka sudah dalam porsi yang wajar.
Sumber: Tempo