SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah lubang seukuran Great Lakes yang  ditemukan di Antartika membuat para ilmuwan menggaruk-garuk kepala mereka. Meskipun lubang substansial di permukaan es Antartika yang disebut polynya adalah hal umum, tapi keberadaannya terbatas di daerah pesisir.
Namun, tim ilmuwan internasional telah menemukan lubang misterius seluas 31.000 mil persegi (80.000 kilometer persegi) - seukuran Lake Superior –  menjadikannya polynya terbesar yang diamati di Laut Weddell Antartika, dan telah membingungkan para periset.
"Di kedalaman musim dingin selama lebih dari sebulan, kami memiliki area perairan terbuka ini," ujar Kent Moore, seorang profesor fisika atmosfer di University of Toronto Mississauga kepada National Geographic. "Luar biasa bahwa polynya ini telah hilang selama empat tahun dan kemudian kembali."
Para periset percaya polynya itu mungkin terbentuk karena air dalam di Southern Ocean menjadi lebih hangat dan asin dibanding permukaan air.
Konveksi laut terjadi di polynya ketika air hangat datang ke permukaan dan kemudian melelehkan es laut dan mencegah terbentuknya es baru.
Sebuah tim yang melibatkan para periset dari kelompok University of Toronto dan Southern Ocean Carbon and Climate Observations and Modeling (SOCCOM) di Princeton University memantau area tersebut dengan teknologi satelit dan menggunakan pelampung robot yang mampu beroperasi di bawah es laut untuk akhirnya melepaskan beberapa cahaya ke polynya tersebut.
Menurut peneliti dari GEOMAR Helmholtz Centre for Ocean Research Kiel, yang pertama kali menemukan polynya tersebut, saat ini di tengah musim dingin di Antartika dan Laut Weddell biasanya ditutupi oleh lapisan es laut yang tebal.
"Bagi kami, area bebas es ini adalah titik data baru yang penting yang dapat kami gunakan untuk memvalidasi model iklim kami," kata Torge Martin, Ph.D., seorang meteorologi dan pemodel iklim untuk GEOMAR, dalam sebuah pernyataan. "Kejadiannya setelah beberapa dekade juga menegaskan perhitungan kami sebelumnya."
Lubang di Antartika itu pertama kali muncul pada gambar satelit pada 9 September dan para periset mengatakan akan terlalu dini untuk menyalahkan polynya di antartika ini karena perubahan iklim.
Sumber:Â Tempo