SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah temuan hasil riset baru mengungkap bahwa sampah partikel plastik mencemari sumber air bersih dalam rumah tangga di Jakarta dan kota-kota lainnya di dunia. Sebagian bahkan terminum karena sumber air yang sama diakui dikonsumsi sehari-hari.
Temuan ini didapat dari penelitian di laboratorium fakultas kesehatan masyarakat University of Minnesota, Amerika Serikat. Hasil penelitian yang dikerjakan bersama Orb Media—lembaga nonprofit yang berbasis di India itu diterbitkan kemarin, dan Tempo menerima hak eksklusif di antara sejumlah media pertama yang mempublikasikannya.Â
Namun, Reza Cordova, peneliti pencemaran laut dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berusaha meyakinkan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme untuk mengeluarkan kembali setiap benda asing yang masuk. “Lagian kita tidak makan pencernaan ikan,†katanya.
Hanya ada satu catatan Reza, yakni plastik atau mikroplastik memiliki sifat yang unik karena molekulnya non-polar. Tiga atau empat tahun lalu, dia mengungkapkan, ada peneliti yang menyatakan logam berat karsinogenik pun dapat "menempel" pada plastik karena sifat molekul itu. “Hal ini yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak akan dampak lanjutan dari plastik yang ada di lingkungan laut.â€
Mikroplastik sendiri adalah partikel yang berasal dari luruhan plastik dan masuk ke lingkungan, khususnya perairan, akibat adanya sinar ultraviolet, arus, panas, dan bakteri. Hal itu membutuhkan proses lama, tergantung jenis polimernya, bisa 2 atau 10 tahun, bahkan lebih.
Sumber mikroplastik bukan hanya plastik berukuran besar. Justru sumber utamanya adalah partikel yang berasal dari pembersih muka, sabun, lulur mandi, atau pasta gigi. Sumber lainnya adalah debu ban, cat, dan serat sintetis dari tekstil yang tersebar lewat proses pencucian.
Mary Kosuth, ketua tim peneliti dari University of Minnesota, dalam laporan berjudul "Synthetic Polymer Contamination in Global Drinking Water: Preliminary Report" menyebut hasil risetnya mengungkap bahwa jumlah rata-rata mikroplastik itu per liter mencapai 57 partikel atau sekitar 4,34 partikel per sampel air.
“Partikel itu ada di mana-mana. Dan kami ingin tahu apakah juga ada di gelas air minum kita,†kata Dan Morrison, ketua tim peneliti dari Orb Media. Lembaga inilah yang menggandeng Mary dan meminta Sherri Mason, profesor di bidang yang sama dari University of New York, mensupervisi penelitian.
Para peneliti melakukan riset terhadap sebanyak 159 sampel air dari berbagai tempat di dunia. Dua puluh satu di antaranya dikumpulkan dari Jakarta dan sekitarnya sepanjang periode Januari-Maret lalu.
Sumber: Tempo