SUKABUMIupdate.com - Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan pergerakan rupiah cenderung melemah tipis pekan lalu seiring minimnya respon pasar terhadap sentimen positif dari dalam negeri.Â
Pekan ini, menurut Reza, pelaku pasar diperkirakan masih menunggu sentimen lainnya. Terutama pandangan para petinggi bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang biasanya muncul menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
"Pergerakan rupiah pekan ini masih cenderung flat bahkan menyimpan potensi koreksi jika sentimen yang ada tidak terlalu mendukung. Tetap cermati berbagai sentimen yang dapat menghalangi potensi penguatan rupiah dan antisipasi akan adanya perubahan arah tersebut. Diperkirakan, laju rupiah akan berada pada rentang support 13.346 dan resisten 13.290," kata Reza dalam dalam keterangan tertulis (4/6).
Menurut Reza, nilai tukar rupiah pekan lalu melemah 0,05 persen seiring minimnya sentimen positif dalam negeri, naiknya kurs dolar AS, serta mulai pudarnya sentimen dari kenaikan rating Standard & Poors (S&P). Pekan kemarin, rupiah sempat melemah ke level 13.344 atau di bawah pekan sebelumnya di level 13.333. Sementara itu, level tertinggi yang dicapai, yakni 13.294, berada di bawah level high sebelumnya di level 13.261.
Reza berujar, menguatnya dolar AS disebabkan oleh adanya respon positif pasar atas rilis pertumbuhan ekonomi AS yang melebihi perkiraan meskipun angka tersebut masih lebih rendah daripada periode sebelumnya. "Begitu pula dengan GDP price index yang juga menguat yang mendorong penguatan laju dolar AS. Di sisi lain, minimnya sentimen positif dari dalam negeri membuat daya dorong rupiah berkurang sehingga cenderung melemah," tuturnya.
Pelemahan pada euro, menurut Reza, juga memberikan dampak negatif pada pergerakan rupiah. Mulai adanya kekhawatiran terhadap kondisi politik Yunani, Italia, dan Inggris memberikan sentimen negatif pada euro. Di sisi lain, berita positif dari Bank Indonesia terkait masih akan surplusnya neraca pembayaran tidak terlalu ditanggapi. "Karena pelaku pasar mencermati, meskipun surplus, angkanya berpotensi menurun seiring berakhirnya program amnesti pajak."Â
Sumber: Tempo