SUKABUMIUPDATE.com - Mega adalah sahabat dekat penulis. Gadis tomboy ini, lahir di Kota Sukabumi, 12 Desember 1996. Ia terlahir dalam keluarga broken home. Akibatnya, sejak kecil ia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Walaupun hidup serba berkecukupan, namun anak tunggal ini tumbuh dalam kurangnya kasih sayang orang tua.
Beranjak remaja, Mega mulai menunjukkan sikap frustasi dan sulit diatur, hingga menunjukkan orientasi seksual menyimpang. Sejak remaja, ia menyadari kecenderungan dalam dirinya menyukai sesama jenis.
Bahkan, sejak duduk di bangku sekolah dasar, Mega mulai senang berpenampilan tomboy. Tak heran jika sejak kecil hingga beranjak remaja, gadis yang tinggal di Jalan Nyomplong ini, terbiasa bermain dengan teman-teman prianya. Bahkan, seringkali anak gadis tetangga sesusianya dibuat menangis. "Nakalnya" Mega ini, tentu saja kerap membuat kakek dan neneknya jengkel.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Nestapa Wanita Sukabumi, Hidup Dalam Sangkar Emas
Usai menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, Mega masuk ke SMP Negeri 7 Kota Sukabumi. Menginjak remaja, sikap memberontak pemilik tinggi 165 centimeter ini, semakin menjadi. Ia mulai merokok, hingga meminum minuman beralkohol.
Sejak itu pula, Mega merasakan perasaan berbeda bila dekat dengan sesama jenis. Namun, saat itu ia masih bisa menyembunyikan prasaan yang tidak seharusnya terjadi terhadap sesama jenis itu.
Sejak itu, seringkali foto mesranya dengan sesama jenis terungkap tanpa sengaja oleh penulis. Namun, sesering itu juga Mega membantahnya. "Ih lo lesbi ya?" Tanya penulis.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Mengintip Prostitusi di Ciracap Kabupaten Sukabumi
"Enak aja, itu mah teman," jawab Mega singkat dan tandas.
Bahkan selalu saja Mega menemukan cara untuk mengalihkan pembicaraan, untuk mengalihkan tema obrolan sekitar foto-foto mesranya dengan sesama jenis.
Karena kian remaja semakin tidak terkendali, kakek dan neneknya pun berinisiatif memasukannya ke salah satu pondok pesantren yang cukup terkenal di Kota Sukabumi. Dengan persetujuan ayahnya, Mega akhirnya resmi menjadi santriwati di pondok pesantren yang berlokasi di Jalan Bhayangkara itu.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Mengintip Bisnis Lendir di Ibu Kota Kabupaten Sukabumi
"Walaupun pada awalnya gue sempat menolak, tapi mau gak mau, akhirnya nurut juga," terang Mega kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (13/5).
Namun diakui pemilik berat badan 43 kilogram ini, ketika itu, ia merasa sangat marah kepada keluarganya yang telah memaksanya masuk pondok pesantren. Tak pelak, Mega pun kembali menunjukkan sikap memberontaknya dengan cara kabur dari pesantren.
"Sejak itu, gue mulai mengubah penampilan fisik. Memotong model rambut pendek, memasang beberapa tindikan di beberapa bagian tubuh, seperti telinga dan hidung, sampai berpenampilan sama sekali mirip laki-laki," terang Mega lebih jauh.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Labirin Hidupku, Lesbi dan Pria Beristri
Bahkan, sejak itu, ia sudah tak lagi merasa canggung untuk mempublis foto-foto kedekatan dan kemesraan hubungannya dengan sesama jenis di media sosial.
“Dengan tampilan gue kayak gini, gue merasa sangat percaya diri. Buat gue, udah banyak ini di luar sana yang berpacaran sesama jenis, toh dosa ditanggung sendiri," ungkap Mega.
Tak bisa dihindari, omongan tetangga kanan kiri, akibat sikap Mega yang memilih mengubah penampilannya meniru laki-laki. Diakuinya, keluarganya pun dibuat malu karena penampilan dan pergaulannya yang dinilai melewati batas kewajaran mayoritas masyarakat heteroseksual.
Hingga puncaknya, keluarga pun akhirnya berpikir untuk hanya menyekolahkan Mega di pondok pesantren tersebut, tanpa harus nyantri.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Ayu, Kembang Layu dari Cikembang
Lulus SMA
Lulus sekolah menengah atas (SMA), Mega memilih melanjutkan pendidikan di Sangkuriang Hotel Maritim Institut di Kota Bogor. Sang ayah yang sangat menginginkan anak semata wayangnya itu meraih kesuksesan, tentu saja sangat mendukung keputusan Mega. Dengan harapan, anak gadisnya itu akan berubah jika kemauannya diikuti.
Namun, apa lacur, pengakuan Mega malah 180 derajat berbeda dengan keinginan sang ayah. “Gue enak banget hidup di Bogor, bebas gak ada yang ngekang. Di sana juga banyak femme,“ aku Mega lebih jauh.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Nestapa Istri Muda
Tak bisa dipungkiri, penampilannya yang cukup "tampan", belum lagi materi berkecukupan, tidak membuat Mega yang sudah mengganti nama panggilan menjadi Ega itu, alami kesulitan dalam mendapat pasangan.
“Banyak banget yang mau sama gue, termasuk pemandu lagu, tapi gue pilih-pilih orang. Walaupun cantuk, tapi PL gue jijik,†ujar Mega.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Selingkuh Dibalas Selingkuh
Diakui Mega, akibat seringnya pamer kemesraan dengan sesama jenis, telah pula membuat teman-teman satu pesantrennya dulu merasa malu berteman dengan dirinya.
“Gue mah sebodo amat. Gak peduli orang gak mau berteman, karena gak bisa nerimain aslinya gue gimana. Lagian masih banyak kok teman sesama buchi (lesbian yang cenderung kelelaki-lakian-red) yang mau temenan sama gue,“ tegas Mega.
BACA JUGA:Â Pengakuan: Ternoda Diusia Belia
Ketika penulis bertanya enaknya pacaran dengan sesama jenis, Mega menjawab, karena sama-sama perempuan, jadi sama-sama lebih mengerti dan memahami satu sama lain.
Dan ketika ditanya kapan akan berubah, kembali menjalani hidup sebagai perempuan normal, ia percaya dan yakin, ada saat tepat bagi dirinya untuk berubah.
“Nanti juga ada waktunya, ada seseorang yang bisa mengubah gue. Gue juga mikir, gak akan selamanya kaya begini. Tapi untuk saat ini, ya nikmati dan jalani saja,“ pungkasnya.