SUKABUMIUPDATE.com -Â Ketika Presiden Donald Trump mengeluarkan larangan bepergian pada bulan Januari, hal itu menjadi berita utama selama berhari-hari. Namun sedikit perhatian diberikan pada ketentuan lain dalam perintah eksekutif itu, yaitu program pemindaian wajah setiap orang yang terbang dari mana saja di Amerika Serikat.
Program ini merupakan bagian dari rencana lebih besar yang disebut Biometric Exit, yang dioperasikan oleh orang-orang di Customs and Border Protection (CBP), sebuah divisi dari Department of Homeland Security.
Biometric Exit telah bekerja selama lebih dari satu dekade. Tujuan program ini adalah untuk memastikan pemegang visa AS yang meninggalkan negara tersebut tidak berbohong tentang identitas mereka. CBP telah memutuskan untuk melakukan ini melalui pencocokan foto.
Proses ini bekerja dengan mencocokkan foto paspor dan visa pemegang visa AS dengan foto yang diambil di bandara lokasi mereka meninggalkan negara tersebut. Ini membantu AS memastikan orang-orang yang naik pesawat adalah orang yang sama yang memegang visa tersebut.
Badan tersebut berencana untuk memperluas program ke tujuh bandara berbeda selama musim panas, dan mereka telah memulai program beta pada tahun 2016 di Bandara Internasional Hartsfield-Jackson di Atlanta. CBP menguji pengenalan wajah pada penumpang yang mengambil penerbangan ke Tokyo, Jepang dan Mexico City.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email, CBP menegaskan bahwa mereka fokus untuk mengintegrasikan pengenalan wajah ke dalam proses perjalanan sehingga penumpang hampir tidak memperhatikan langkah keamanan tambahan tersebut.Â
"Pengenalan wajah harus sederhana bagi para pelancong dan pelancong seharusnya tidak perlu belajar sesuatu yang baru," ujar CBP sebagaimana dikutip Mashable, Kamis (11/5). Pernyataan tersebut juga menyebutkan fokus pada beberapa privasi.
Tapi ada beberapa alasan untuk bersikap skeptis terhadap fokus agen itu terhadap privasi. Teknologi pengenal wajah tidak mampu mengenali wanita kulit putih atau orang kulit hitam. Tidak jelas apa rencana CBP untuk mengurangi bias itu.
Â
Sumber: Tempo