SUKABUMIUPDATE.com - Kepada kakaknya, Sosro Kartono (Reza Rahadian), ia bisa bermanja dan berkeluh kesah tentang kebebasan. Dari kakaknya pula, Kartini (Dian Sastrowardoyo) mendapat kunci untuk membuka jendela dunia. Ia pun berkenalan dengan Cecile de Jong (Carmen van Rijnbach) yang menulis mengenai Hilda van Suylenburg (Alinda Wit)—tokoh feminis Belanda. Inilah yang kemudian mengantar Kartini menjadi perempuan yang pemikirannya melampaui kaum pada zamannya.
Sutradara Hanung Bramantyo memperlihatkan Kartini berkenalan sekaligus seolah bertemu secara fisik dan mengobrol dengan tokoh feminis itu seperti teman dekat. Dibatasi dinding kamar dalam pingitan, Kartini bisa berkelana. Pikirannya merdeka seperti yang dipelajari dari rangkaian huruf-huruf Belanda tersebut. Kebebasan itu yang kemudian ditularkan Trinil, nama kesayangan Kartini, kepada adik-adiknya: Kardinah (Ayushita Nugraha) dan Roekmini (Acha Septriasa), ketika masa pingitan kepada mereka datang.
Tiga bersaudara itu menjadi sangat dekat dan kompak meski harus melawan kungkungan adat ningrat yang mendera. Kartini sebagai sosok yang merindukan “kekebasanâ€, ingin tahu, berpikiran maju, tapi tetap bergelut dengan kegelisahan hati dan belenggu adat, berhasil ditampilkan dalam film Kartini yang bakal segera tayang di bioskop.
Hanung sebagai sutradara dan penulis naskah menggambarkan Kartini dalam kegalauan sebagai pembuka adegan film yang digarap lebih dari dua tahun itu. Selanjutnya dia menyeret penonton pada adegan kilas balik Kartini kecil, yang sering dipanggil Trinil.
Gadis kecil yang sudah memulai pemberontakannya ketika dipisahkan dari ibu kandungnya, Ngasirah (Nova Eliza), agar dia menjadi raden ajeng dan bisa sekolah. Gadis muda yang sedih saat pingitan harus dijalani menunggu pinangan lelaki yang hendak menikahinya.
Dian Sastro mampu memainkan sosok Trinil yang tomboi dan agak cuek—ketika dia dan saudara-saudaranya memanjat tangga dan duduk di tembok pagar pendapa. Trinil, yang mengerjai adik-adiknya, menjadi tiga serangkai yang kompak.
Hanung melakukan riset panjang selama lebih dari dua tahun dari buku-buku tentang Kartini karya Joost Cote, Pramoedya Ananta Toer, Armijn Pane, dan Elisabeth Keesing. Dari situ Hanung mendapat informasi sepak terjang putri Bupati Jepara tersebut dengan segala kesulitannya. “Bukan bertarung melawan orang lain, tapi keluarga besar dan aturan lingkungannya,†ujar Hanung. Hanung memberi tafsir kekinian, termasuk ketika Kartini memutuskan menerima lamaran Bupati Rembang.
Dian Sastro juga berhasil memperlihatkan sosok Kartini sebagai pribadi yang hangat dan maju, meski dikungkung tradisi. Hanya, sosok Dian terlalu matang untuk Kartini muda yang berusia 20-an. Juga, sosok suami Kartini, Raden Adipati Ario Joyodiningrat (Dwi Sasono), yang sangat ganteng—padahal dari foto-fotonya terlihat agak gemuk dan berpipi tembem. Penonton tertawa kecil begitu dia muncul. Ganjalan lain, pengucapan beberapa kata bahasa Jawa kurang pas pada awal adegan.
Nama-nama aktor dan aktris senior, seperti Deddy Sutomo yang berperan sebagai ayah Kartini dan Christine Hakim sebagai ibu kandung Kartini, tentu tak usah dipertanyakan lagi. Deddy, yang keturunan ningrat Solo, dengan luwes memperlihatkan gestur seorang bupati. “Saya belajar dari mbah-mbah saya, gesturnya begini, aksentuasinya begini, meski harus berperan sebagai bupati pesisiran dengan konsep dari sutradara,†ujar Deddy.
Christine dengan segudang pengalamannya mampu menghadirkan sosok ibu yang terbelenggu adat, tapi tak menyerah melindungi dan berjuang untuk anak-anaknya. Penonton pun ikut terseret dalam suasana haru dan menyentuh.
Hanung juga menghadirkan adegan-adegan yang menggambarkan kebebasan Kartini, kedekatan dengan ayah, dan pemikirannya yang egaliter. Ia berhasil membuat biopic tentang pahlawan nasional yang wafat muda ini layak ditonton, tak membuat kening penonton berkerut, dan tanpa menggurui. Ia pun menyisipkan sentilan-sentilan sindiran terhadap situasi saat ini ketika paman-paman Kartini memprotes keinginan Kartini melamar beasiswa ke Belanda. “Kalau semua boleh sekolah, tukang kayu pun nanti bisa jadi bupati. Kacau semuanya,†ujar salah satu pamannya.
Ini bukan pertama kali sosok Kartini diangkat ke layar lebar. Sebelumnya, ada dua film tentang Kartini. Pertama, film Kartini garapan Sjumandjaja yang sangat kental nilai feodalistik dan berfokus pada Kartini seorang. Sosok Kartini dengan pemikirannya yang maju juga diperlihatkan dalam film Surat Cinta untuk Kartini, yang sayangnya hanya terlihat sebagai bumbu dari film drama percintaan.
Judul: Kartini
Sutradara: Hanung Bramantyo
Produser: Robert Ronny
Penulis naskah: Bagus Bramanthi-Hanung Bramantyo
Pemain: Dian Sastrowardoyo, Ayushita Nugraha, Acha Septriasa, Christine Hakim, Deddy Sutomo, Reza Rahadian, Dwi Sasono, Djenar Maesa Ayu, Denny Sumargo
Produksi: Legacy Pictures-Screenplay Productions
Â
Sumber: Tempo