SUKABUMIUPDATE.com - Pihak manajemen Twitter mengungkapkan telah menghapus sebanyak lebih dari setengah juta akun atau 636.248 akun sejak pertengahan 2015 dalam upaya melawan promosi terorisme dan penebar kebencian di seluruh dunia.
Dalam laporan terbaru yang dipublikasikan Selasa, 21 Maret 2017, perusahaan teknologi Amerika Serikat itu mengatakan bahwa sebanyak 376.890 akun ditutup dalam enam bulan terakhir pada 2016.
Langkah itu diambil setelah salah satu raksasa jejaringan sosial tersebut berada di bawah tekanan pemerintah di seluruh dunia untuk memblokir pengguna yang menggunakan akun Twitter untuk mempromosikan kekerasan agama dan lain-lain serta menggunakan platform untuk merekrut dan melancarkan serangan.
Platform microblogging itu juga mengumumkan FBI telah memberitahu perusahaan yang berkantor di Amerika Serikat tersebut bahwa tidak lagi berada di bawah perintah pengadilan.
Dimana Twitter sebelumnya diminta untuk membantu mengungkap lima kasus termasuk surat keamanan nasional yang merupakan permintaan khusus dari lembaga penegak hukum AS dalam kasus keamanan nasional.
Dengan begitu, Twitter kini dapat memberikan informasi kepada penggunanya yang terkena dampak dari permintaan FBI.
"Ketika kami terus mendorong untuk lebih transparan dalam bagaimana kita bisa berbicara tentang permintaan keamanan nasional, kami akan memperbarui bagian baru ini dalam laporan transparansi masa depan," kata Twitter, seperti yang dilansir Al Jazeera pada Rabu 22 Maret 2017.
Perusahaan yang berbasis di San Francisco juga mengumumkan jumlah permintaan pemerintah untuk data pengguna naik tujuh persen dari periode enam bulan sebelumnya.
Bagian lain dari laporan transparansi dikhususkan untuk permintaan hukum guna menghapus konten dari wartawan resmi dan media lainnya.
"Mengingat tren global mengenai berbagai pemerintahan yang menindak kebebasan pers, kami ingin fokus pada permintaan ini," kata Twitter.
Twitter menerima 88 permintaan hukum dari seluruh dunia untuk menghapus konten yang diposting oleh wartawan atau outlet berita yang dapat diverifikasi, tetapi belum mengambil tindakan apapun pada sebagian besar permintaan dengan pengecualian terbatas pada Jerman dan Turki, yang menyumbang 88 persen dari permintaan tersebut.
Twitter, yang ditekan oleh pemerintah tertentu untuk menghapus pidato kebencian juga mengungkapkan untuk pertama kalinya kemitraan dengan kelompok riset pihak ketiga yang disebut Lumen untuk katalog informasi yang dihapus.
Twitter mengatakan mulai mulai melakukan perjanjian dengan Lumen pada 2010.
Sumber: Tempo