SUKABUMIUPDATE.com - Sebagai kawasan pariwisata, Palabuhanratu tak luput dari gemerlapnya dunia malam. Perputaran uang, serta lengkapnya sarana dan prasara seperti cottage dan hotel, membuat pusat Ibu Kota Kabupaten Sukabumi itu menjadi magnet tersendiri bagi kaum penjaja seks komersil (PSK).
Setali tiga uang, kehadiran PSK ini menjadi lahan bisnis bagi mucikari. Di Palabuhanratu, lokasi prostitusi sangat menjamur dan jamak diketahui para pria hidung belang. Transaksi terselubung menjadikan penyakit masyarakat ini sulit diberantas.
Berbicara mucikari PSK di Palabuhanratu, mayotitas diperankan oleh kaum lak-laki dan banci. Salah satunya sebut saja Rico (29). Ia memiliki anak asuh, mulai dari usia 18 tahun hingga 30 tahun. Anak asuhnya ini tinggal di rumah kontrakan.
“Mereka tidak satu tempat. Tetapi di bagi dua tempat. Ini untuk memudahkan koordinasi apalabila ada tamu yang hendak menikmati tubuh mereka,†katanya kepada sukabumiupdate.com, Sabtu (18/3).
Pria kelahiran Garut ini mengaku, dari menjalankan bisnis birahi ini, ia bisa meraup uang sebesar Rp1,5 juta per malam, dan jika sepi Rp300 ribu masih bia ia kantongi. Ia mengatakan, untuk menjaring pelanggan dalam bisnis kenikmatan ini tidak vulgar. “Anak asuh saya semua berprofesi sebagai pemandu lagu alias PL,†terang Rico.
Soal tarif, ungkap dia, tergantung usia dan kemolekan tubuh anak asuhnya. Namun rata-rata untuk short time PSK usia 18 tahun, berkisar Rp500 ribu hingga Rp700 ribu. “Dua puluh persen dari tarif itu menjadi bagian mucikari. Sedangkan untuk usia 30 tahun, tarifnya 300 ribu hingga 500 ribu Rupiah,†ungkapnya.
Namun cukup mengejutkan. Pengakuan Rico, pelanggannya bukan hanya lelaki berkantong tebal saja. Tetapi dari kalangan pejabat, “anggotaâ€, dan kalangan pegawai negeri sipil (PNS). “Mereka bukan hanya jadi pelanggan. Tetapi sekaligus informan kalau akan ada razia,†paparnya.
Selama ini, anak asuh Rico menjalani profesi sebagai PL di tiga tempat karaoke seperti Puri Surya Rawakalong yang berada di Kampung Cipatuguran, Kelurahan Palabuhanratu, Bayu Amerta Karang Pamulang Kelurahan Palabuhanratu, dan Cleopatra Desa Citepus, ketiganya di Kecamatan Palabuhanratu.
"Tarif sebagai PL 100 ribu Rupiah per jam. Beda lagi kalau tamu memberikan tips atau saweran," tegas Rico.
Adapun jam operasional anak buahnya, kata dia, mulai pukul 19.00 WIB. Dan membawanya pulang kiranya pukul 04.00 WIB bahkan seringkali mencapai pukul 05.00 WIB. "Kalau tempat karaoke tutup pukul 01.00 WIB, dan tamu mau lanjut ke penginapan silakan asal sesuai tarif,†paparnya.
Soal penginapan, kata dia, wilayah Citepus menjadi primadona, karena menyediakan kamar dengan tarif per jam. “Terkadang saya juga dapat tips dari tamu yang mem-booking anak asuh saya,†jelas Rico.
Secara sadar ia mengakui hendak berhenti dari profesi sebagai mucikari. Apalagi saat ini, kata dia, sering razia, sehingga menyulitkan anak buahnya beroperasi.
“Banyak tawaran kepada anak asuh agar bekerja di pabrik. Namun kebanyakan mereka menolak. Mereka mengaku sudah menikmati hidup sebagai kupu-kupu malam. Mungkin anak asuh ini sudah sudah terbiasa memegang uang banyak. Kalau di pabrik paling besar Rp3,5 juta per bulan. Uang segitu bisa mereka hasilkan dalam semalam,†ucapnya.
Rico meyakini, bisnis yang dijalaninya tidak akan usai begitu saja. Menurutnya, selagi masih ada pelanggan, bisnis esek-esek ini akan tetap abadi. “Sudah terbukti dari zaman kapan hingga sekarang, dunia malam tak pernah pudar,†katanya.