SUKABUMIUPDATE.com - Istilah Sodomi diambil dari kata Sodom, nama sebuah kota yang mayoritas penduduk pria dan wanitanya melakukan hubungan sesama jenis. Kota tetangganya, Gomorra (Qamran) juga mengalami hal sama, sehingga selalu disebut beruntun Sodom dan Gomorra.
Istilah lesbian mulai digunakan ketika pada abad ke-6 SM didirikan sekolah khusus perempuan muda penyuka sesama jenis secara seksual di Pulau Lesbos, Turki. Masyarakat Yunani kuno menyebut mereka kaum lesbian.
Di Indonesia, gerakan lesbi tengah menjajaki gerakannya, para aktivisnya memperjuangkan hak seksualitas menuju tatanan masyarakat antidiskriminasi terhadap preferensi seksual berbeda. Mereka berjuang agar keberadaannya dinilai wajar, normal, dan tidak menuai sinisme.
Mereka berpendapat, lesbian diakui dalam Islam, pun homoseksualitas merupakan sifat alami yang diciptakan Allah, sehingga pelarangan dan penentangan terhadapnya, hanyalah tendensi kalangan pemuka agama.
Walaupun yang kontra menyodorkan fakta sejarah, ketika Ummat Nabi Luth AS masih tinggal di Ur, mereka bukanlah homoseksual atau lesbian. Namun, setelah bermukim di Sodom dan Qamran, hampir semuanya terseret ke dalam aktivitas homoseks dan lesbian. Karenanya, yang kontra berpendapat, hubungan sejenis bukan genetik, melainkan penyakit sosial menular.
Pada era modern ini, mereka mengidentifikasikan diri menjadi tiga, yakni pertama, butch atau butchi atau perempuan yang identik tomboy (tidak selalu tomboy itu lesbi), umumnya mereka mengambil peran di ruang publik, seperti mengendarai sepeda motor, mencari nafkah, hingga memperbaiki kos-kosan yang bocor.
Kedua adalah femme, mengambil peran lingkup domestik, seperti mencuci piring, memasak, dan belanja. Sedangkan ketiga, mengelompokkan diri sebagai no label, atau bisa memerankan keduanya.
Setidaknya hal itu pula yang tergambar dari penjelasan Nurmala (nama belakang, berusia 26), yang mengaku no label, tetapi senang berpenampilan tomboy. Menurut wanita asal Kecamatan Parungkuda ini, pelaku lesbian di kalangan pekerja pabrik jumlahnya cukup banyak.
Namun, Nurmala mengingatkan siapa pun bisa saja terkecoh, karena saat ini mulai ada kecenderungan pelaku lesbian selalu tampil berkerudung jika di ruang publik. Hal ini dilakukan, untuk mensiasati agar tidak mengundang sinisme dari pihak yang kontra.
Mengapa Jumlah Mereka Terus Bertambah?
DI Sukabumi, meskipun tidak ada data pasti tentang jumlah mereka, namun fakta mencengangkan adalah sebagian pelakunya mulai menampakkan eksistensi dan kecenderungan penyimpangan orientasi seksual mereka di ruang publik, sehingga kita bisa dengan mudah melihat mereka pamer kemesraan di ruang publik.
Nurmala yang kini sudah menikah dan memiliki dua anak itu mengingatkan, setiap perempuan potensial menjadi lesbian. Namun keberadaan mereka memang lebih subur di pabrik-pabrik, terutama yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Terlebih di tengah kecenderungan masyarakat yang mulai serba permisif.
Pengakuan sembilan narasumber yang ditemui penulis, semuanya menyadari hidup dalam masyarakat heteroseksual. Namun, butchi cenderung mengundang sinisme dan antipasti, akibatnya mereka merasa tidak nyaman dan memilih berpindah-pindah tempat bekerja. Sejurus dengan itu, mereka pun mencari “mangsa†baru di tempat barunya.
Menurut mereka, lesbian baru di kalangan pekerja perempuan lebih banyak karena karena ikut-ikutan tren. Awalnya karena adanya keinginan tampil beda dari ribuan wanita lainnya di lingkungan tempat mereka bekerja.
Bagi mayoritas butchi, perempuan korban kekerasan atau dikhianati pasangan, merupakan mangsa empuk untuk dijadikan femme. Walaupun ada juga yang terjebak, awalnya coba-coba tetapi akhirnya larut dalam cinta sejenis.
Tinggal bersama adalah mungkin, pemilik tempat kos pun tidak menaruh curiga karena sama-sama perempuan. Selain itu, sikap permisif masyarakat menjadi bak pupuk yang menyuburkan perberkembangannya.
Fakta mencengangkan lainnya ihwal komunitas lesbian di kalangan pekerja pabrik adalah, banyak butchi terlilit persoalan utang, baik ke rentenir atau lainnya. Dari butchi yang diwawancara penulis, hampir semuanya mengaku untuk memikat femme baru harus dengan materi. Menjanjikan gadget baru dan busana a la K-Pop, hingga gaya hidup serba berbeda dengan wanita pekerja lainnya.Â
BACA JUGA:
Gadis Lesbi Warga Gunungguruh Curi Dompet di Cicurug Kabupaten Sukabumi
Punya Banyak Pacar, Ini Alasan Gadis Lesbi Gunungguruh Curi Dompet di Cicurug Kabupaten Sukabumi
Waw, Ini Jumlah Gay di Kota Sukabumi
Genetik atau Penyakit Sosial Menular?
LESBI telah menjadi fenomena aktual yang jangan lagi dipandang sebelah mata. Beberapa peneliti memandang lesbi adalah penyimpangan seksual akibat trauma psikologis dan fisik yang dialami perempuan dari lawan jenis. Akhirnya perempuan merasa lebih aman dan nyaman hidup dengan sesama jenis, bersama hingga ke ranah seksual.
Dengan demikian, orientasi seksual mereka lebih besar dipengaruhi faktor lingkungan. Meskipun setiap orang memiliki gen feminin dan maskulin dalam dirinya, tetapi setiap orang memiliki potensi menyukai sesama jenis.
Psikolog klinis Lita Gading berpendapat, meskipun pola asuh dan lingkungan mendorong heteroseksual, namun perubahan yang terus berjalan sampai dewasa bisa mengubah orientasi seksual seseorang. Apalagi mereka yang tidak dibekali pembentukan diri, karakter, pendidikan agama, dan moralitas.
Menurut Lita, seperti dikutip dari Kompas Female, proses orientasi seksual dipengaruhi banyak faktor. Gen porsinya sangat kecil. Lingkungan internal dan eksternal lebih dominan, termasuk pola asuh, trauma, pencarian figur ayah atau ibu saat kecil hingga remaja, dan perhatian orang tua pada fase pertumbuhan dari anak hingga remaja.
“Saat remaja adalah fase laten. Anak sudah mengenal seks tetapi tidak untuk menyalurkan secara biologis. Jika masa laten ini tidak didampingi orangtua dengan baik, orientasi anak bisa berubah. Anak bingung jika tidak diarahkan. Apalagi masa usia 15 tahun misalnya, sudah muncul ketertarikan terhadap lawan jenis,†jelasnya.
Pola asuh yang tepat akan membantu remaja mengindentifikasi dirinya. Sementara pola asuh yang keliru membuat remaja mencari pengakuan diri di luar rumah yang membuatnya nyaman. Trauma masa kecil, termasuk karena kekerasan seksual atau fisik ikut memengaruhi pembentukan karakter remaja.
Kenapa Harus Lesbi?
DITINJAU dari ilmu psikologi, penyebab prilaku lesbian sangatlah kompleks. Namun, menurut sebuah survey, prilaku lesbian timbul karena tiga hal. Pertama, Bawaan Lahir 80%: Mereka menyukai sesama jenis karena bawaan sejak lahir. Mereka memendamnya karena takut dianggap abnormal.
Kedua, Iseng 13%: timbul akibat iseng dan pergaulan bebas. Pada umumnya terjadi pada komunitas yang mayoritas perempuan, atau asrama putri. Bermula dari nonton film porno, kemudian iseng dengan menyentuh bagian sensitif teman sejenis sambil berfantasi ria.
Sedangkan tujuh persen lagi masuk ke dalam kelompok ketiga, yakni mereka yang mengalami trauma dalam hidup. Pada umumnya karena perasaan kecewa mendalam, disebabkan perkosaan, pengkhianatan, atau perlakuan buruk dari pasangan.
Benarkah Butchi Lebih Baik Dibanding Pria?
DEWI (31 tahun, juga nama samaran), pernah menjadi femme. Lebih parah lagi, warga Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi yang telah memiliki dua anak ini, menurut keluarganya, pernah sampai lupa terhadap anak sendiri. Untuk hal yang diungkapkan keluarganya itu, ia memang tidak mau terbuka terhadap penulis. Namun teman dekat Dewi membenarkan hal tersebut.
“Gue tau banget, dia ditigakan sama pasangan lesbinya. Dia bahkan sudah habis-habisan. Pinjam duit kanan kiri, termasuk gajinya dia habiskan untuk memanjakan pacarnya. Tapi dia pernah cerita kalo dia memang nggak bahagia,†terang Dian, (bukan nama sebenarnya) berusia 24 tahun.
Apa yang diutarakan Dian, mungkin ada benarnya. Setidaknya, dari beberapa butchi yang ditemui penulis, mereka memang berwajah “tampanâ€. Dan hampir semuanya mengaku memiliki pacar lebih dari satu.
So, lalu apa kelebihan butchi dibanding laki-laki kalau begitu?
Bedanya mungkin cuma satu. Butchi menolak segala bentuk kekerasan fisik terhadap perempuan. Setidaknya itu yang dikemukakan Ayah (nama panggilan Renawati), seorang butchi yang bekerja di salah satu perusahaan garmen di daerah Angkrong, Parungkuda.
Benarkah demikian?
Jumat (17/6/2016) malam, sekira pukul 23.00 WIB, seorang butchi harus berusurusan dengan polisi di Kepolisian Sektor (Polsek) Cicurug akibat menganiaya femme hingga hidung pasangannya itu mengeluarkan darah. Pertengkaran tersebut diakui keduanya berawal dari cemburu si femme karena butchi-nya terkesan menyembunyikan rahasia femme idaman lain di handphone-nya.
BACA JUGA:
Hati Heti, Gadis Sukabumi Dibunuh Rasa Nyaman
Apa yang Mereka Cari?
AYAH atau Renawati menjawab: “Kepuasan seksual!†Tetapi menurutnya, hal tersebut cuma berlaku untuk femme. “Jujur mas, kalau buat Ayah, tidak mendapatkan apa pun dari hubungan ini. Sebagai butch, Ayah dituntut selalu memuaskan pasangan. Tapi Ayah sendiri secara seksual tidak mendapatkan kepuasan apa pun, cuma kepuasan batin.â€
Selebihnya, menurut Ayah, beberapa dari pacarnya memang membutuhkan dukungan materi, terutama pada saat waktu gajian masih lama, sementara keuangan mereka sudah menipis.
Lebih jauh, Ayah mengungkapkan, dia sering menjalin affair dengan wanita-wanita bersuami. Dan semuanya semata-mata hanya mencari kepuasan seksual. “Ya mungkin secara materi mereka tidak kekurangan. Tapi mendapatkan kepuasan di kasur juga hak bagi perempuan, ya kan?†Imbuhnya seraya tertawa.
Salah Siapa?
BERBICARA siapa yang salah tentu seperti berdebat ayam dulu atau telur dulu?
Menurut Lita Gading, kalau sudah terjadi, orang tua harus menerima selain juga berusaha untuk mengembalikan ke heteroseksual. Bagaimana pun orang tua harus menyadari bahwa ini adalah akibat kesalahan pola asuhnya. “Orangtualah yang patut disalahkan jika lesbian terjadi pada remaja. Karena anak masih berada dalam koridor pola asuh orangtuanya.â€
Jangan Jauhi Mereka
Beberapa tokoh feminis percaya, di dalam diri manusia terdapat unsur maskulin (kelaki-lakian) dan feminin (kewanitaan) yang dapat menentukan orientasi seksual seseorang. Pendapat lain menyatakan, lesbian bukanlah penyakit kejiwaan melainkan jiwa maskulin yang terperangkap dalam tubuh perempuan, sehingga ketertarikan seksual pada sesama jenis terjadi.
Dengan demikian, pelaku lesbian tidak perlu disisihkan. Perlu penyembuhan, dan lingkungan tempat mereka tinggal perlu memahami latar belakang mereka. Karena sebenarnya mayoritas dari mereka tidak menginginkan kondisi itu, bahkan banyak dari mereka pernah menjadi dan berusaha kembali menjadi heteroseksual.
Â
Catatan: Survey dan wawancara yang dilakukan penulis hanya sample dan tidak merepresentasikan alasan menjadi lesbian, perilaku, dan kecenderungan pelaku lesbian secara keseluruhan.