SUKABUMIUPDATE.com - Twitter kemarin mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan informasi pengguna kepada pemerintah AS terkait masalah keamanan nasional. Perusahaan menjelaskan bahwa situasi itu terjadi dua kali.
Perusahaan berbasis di San Francisco itu telah menerima surat keamanan nasional, disertai dengan perintah, yang mencegah perusahaan mengatakan kepada masyarakat dan pengguna yang terkait tentang tindakan sebelumnya.
Saat Twitter mengikuti perintah itu, perusahaan beralih ke blognya untuk berbagi dengan publik tentang ketidakpuasan dan menunjuk pada upayanya untuk memerangi praktek-praktek seperti itu di pemerintahan.
Twitter, seperti perusahaan lain di industri teknologi, harus bertentangan dengan pemerintah terkait memberikan informasi pengguna. Cloudflare dan Google baru-baru ini menerbitkan versi telah disunting dari surat keamanan nasional yang mereka terima.
Dalam postingan blog berjudul "#Transparency update: Twitter discloses national security letters," Twitter menjelaskan bagaimana upayanya terkait permintaan itu dan menunjukkan file PDF dari surat permintaan yang telah diedit.
Versi telah disunting dari surat itu mengungkapkan lokasi dan waktu, tetapi tidak menyebutkan pengguna. Yang pertama datang dari Michelle Klimt, seorang agen FBI di Jacksonville, Florida, pada September 2015 dan meminta informasi tentang akun pengguna, mulai dari 1 Desember 2014.Â
Michael Anderson, seorang agen FBI di Houston, Texas, mengirim surat lainnya pada bulan Juni 2016 dan meminta semua informasi yang tersedia.
Twitter mengatakan bahwa surat-surat itu telah meminta "sejumlah besar data", tapi twitter memberikan "data sangat terbatas," apa yang diperlukan oleh hukum federal, menurut posting blog itu.
Kedua surat meminta nama pengguna, alamat dan "catatan transaksi komunikasi elektronik untuk semua layanan." Tidak semua akun Twitter diatur untuk publik.
Perusahaan-perusahaan teknologi telah mengangkat isu praktek pemerintah ini dan berupaya untuk memberitahu pengguna. Pada tahun 2010, Google menerbitkan "laporan transparansi" pertamanya, sebanyak mungkin, tentang permintaan-permintaan pemerintah. Sejak itu, Twitter, Apple, Facebook dan Yahoo telah merilis laporan dua tahunan.
Twitter mengambil kesempatan ini pada hari Jumat dengan menegaskan kembali komitmennya untuk #transparency dan upayanya di pengadilan.
"Twitter tetap tidak puas dengan pembatasan pada hak kami untuk berbicara lebih bebas tentang permintaan keamanan nasional yang kami terima. Kami terus mendorong ahli hukum untuk berbicara lebih terbuka tentang topik ini dalam gugatan melawan pemerintah AS," ujar Elizabeth Banker, rekanan penasihat umum penegakan hukum global, menulis dalam posting blog.
Â
Sumber: TEMPO