SUKABUMIUPDATE.COM - Bagi Anda pecinta kuliner tradisional khas Indonesia, tentu tidak asing dengan penganan satu ini. Kue ini terbuat dari tepung beras dan gula merah, dikenal dengan nama Cucur, dan di beberapa tempat disebut dengan Serabi Kocor.
Walaupun termasuk jenis kudapan alias bukan makanan berat, namun rasanya yang manis dan kaya karbohidrat, membuatnya bisa membuat perut kenyang seketika, terlebih jika disantap bersama teh hangat atau kopi.
Di Jalan Pojok, Leuwigoong, Kelurahan/Kecamatan Cibadak, ada sebuah warung Cucur yang terkenal hingga keluar kota dan Kabupaten sukabumi. Pedagangnya adalah Nyai Maryani (62), yang telah berpuluh-puluh tahun setia dengan profesinya sebagai pembuat dan pedagang Cucur.
Perempuan bersuamikan Agus Sambo (70) mengungkapkan, kue cucurnya yang tersohor dan diakui kelezatannya oleh konsumen, terletak pada perbedaan cara membuat adonan. Ia enggan terpaku pada aturan resep pembuatan kue, seperti mengukur dan menakar bahan-bahan terlebih dulu dengan timbangan atau anjuran tertentu yang tertera dalam kemasan bahan baku.
“Ah ibu mah, dikira-kira wae, nggak perlu pakai timbangan-timbangan sagala, pakai piling wae.†Jelas Maryani yang lebih suka menggunakan perasaan untuk menghasilkan adonan kue yang pas.
Baginya, mencampur air, tepung beras, dan gula tanpa alat ukur, menjadikan kue Cucurnya terasa spesial dan memiliki tekstur serta rasa yang unik dank khas. “Yang pasti pemilihan bahan harus bagus, agar rasa tetap terjaga dan menghasilkan warna yang menarik.†tuturnya kepada sukabumiupdate.com, Jumat (16/12) sore.
Namun, belakangan ini ia mengeluhkan kualitas gula yang beredar di pasaran tidak lagi sebaik tiga dekade silam. Menurutnya, gula merah zaman dulu lebih yahud dan original, sehingga bisa menghasilkan warna Cucur yang menarik dan aroma wangi memikat.
“Sekarang mah, banyak gula merah campuran,†hal itulah yang membuat kue Cucur buatannya nampak terlihat berwarna cerah. “Itu juga banyak yang tanya, kenapa warnanya berubah. Namun, soal kualitas rasa tetap terjaga standar Cucur Leuwigoong," terangnya.
Maryani mengungkap ia tidak pernah menghitung berapa kilogram tepung beras dan gula merah ia habiskan untuk produksi cucurnya. Ia hanya mengukur berdasarkan jumlah kue yang terjual. Saat peak season, ia bisa menjual 700-800 buah Cucur, dikemas dalam box berisi 10 buah, dan dijual seharga Rp17 ribu.
“Kami berjualan sejak tahun 1982, alhamdulillah sampai sekarang masih jalan dan pelanggan masih banyak. Ada dari Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang, sengaja datang ke sini. Bahkan ada yang dari Malaysia. Anak-anak Sukabumi yang pada kuliah di luar negeri, kayak di Amerika, kalau pulang pada ke sini, kangen kue Indonesia katanya,†imbuh ibu dari lima anak ini.
Konsistensinya sebagai pembuat dan pedagang Cucur, telah mengangkat taraf hidup keluarga dan memberikan pendidikan formal yang baik bagi anak-anaknya.
Di antara kelima anaknya, ada yang menjadi bidan dan bekerja di industri perbankan. “Alhamdulillah, dengan puluhan tahun berjualan kue Cucur, anak-anak kami bisa kuliah semua,†pungkas Nyai Maryani.
Luar biasa!