SUKABUMIUPDATE.COM - Dalam memasarkan sebuah produk, baik barang atau jasa, produsen tidak hanya berebut spot di stasiun televisi atau media massa mainstream lainnya. Tapi mulai merambah jalanan dalam bentuk spanduk, banner, baligo, dan billboard di jalanan Kota dan Kabupaten Sukabumi.
Terbaru, papan reklame termutakhir menggunakan videotron atau megatron di pusat-pusat keramaian, seperti yang terdapat di Simpang Tiga Jalan Ahmad Yani, Kota Sukabumi, mulai marak digunakan.
Namun jauh sebelum itu, sekira lima tahun terakhir, marak iklan produk yang memanfaatkan media tembok rumah atau gedung tinggi. Bahkan jika Anda bepergian dalam satu rute perjalanan, Cicurug- Sukabumi, Cibadak-Pelabuanratu, atau Cimangkok-Sukaraja, bahkan hingga wilayah Selatan Kabupaten Sukabumi, sudah tidak terhitung jumlahnya.
Dari semua iklan produk, operator selular mungkin paling banyak Anda jumpai. Mengiklankan produk mereka dengan cara membuat tulisan atau slogan unggulannya.
“Seingat saya rumah orang tua pernah disewa untuk iklan rokok. Kalau nggak salah lima ratus atau tujuh ratus ribu rupiah setahun. Mungkin, orangtua berpikir lumayan ada penghasilan tambahan,†ungkap Asep Nurdin (28) warga Kampung Jelegong, Kecamatan Nagrak.
Lantas, bagaimana pendapat warga Sukabumi lainnya mengenai penampakan iklan yang membuat pandangan mata menjadi berwarna itu?
Udang Surya (50), tokoh pemuda Kampung Dalima, Gang Tholib, Kelurahan/Kecamatan Cibadak mengatakan, secara pribadi dirinya kurang setuju dengan gaya beriklan seperti itu.
"Walau bagaimana pun, untuk advertising atau promosi harus ada tempatnya tersendiri. Jika kini marak iklan di dinding toko atau rumah-rumah tinggal, jelas kurang pantas. Dari sisi pemanfaatan ruang tidak balance. Untung ingin banyak dengan modal seadanya," ungkap seniman rupa yang sering mengadakan workshop di sekolah-sekolah itu.
Udang menambahkan, seandainya setiap bangunan di pinggir jalan menjadi papan reklame semua, secara estetika mungkin tidak masalah. "Tapi kalau pertimbangannya hanya dari sisi eta wungkul, lebih baik membuat gambar berisi progam pembangunan misalnya," ujarnya.
Udang juga meyakini pemilik bangunan tidak akan keberatan jika diisi pesan-pesan pembangunan atau keagamaan. "Dibiayai pemerintah daerah, dari pada dimanfaatkan perusahaan swasta dengan gambar-gambar seperti itu, bosen lihatnya juga, tapi di sisi lain masyarakat juga butuh uang."
Setali tiga uang, Vidya Imbar (43) praktisi dan jurnalis radio asal Sukabumi yang kini menjabat sebagai Station Manager Goldenheart Radio Manado, mempertanyakan maraknya iklan-iklan di tembok-tembok bangunan tersebut, dengan dua pertanyaan, kreativitas atau kebablasan?
"Kalau saya melihat begini, pertama, advertiser-nya nggak kreatif. Pola seperti ini jauh dari kata efektif dibanding iklan dengan sentuhan emosional yang lebih bisa menyampaikan pesan. Hanya logo statis yang terasa mati," jelas Imbar kepada sukabumiupdate.com melalui pesan singkat, Kamis (17/11).
Lebih jauh, bapak dua anak yang pernah tinggal di Perumahan Parakanlima, Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi ini melanjutkan, "Kedua, brand image. Saya yakin, sebagian besar yang melihat justru berbalik tidak simpatik pada brand yang tampil. Mereka seakan jadi brand yang mengotori wajah kota, alih-alih memperindah," Imbuh mantan Station Manager Kiwari Radio Sukabumi ini.
Selain itu, penggagas program Studi Broadcasting Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kota Sukabumi Sukabumi itu, menilai iklan tembok ini dari sisi ekonomi. Cara branding di media seperti ini, tentu lebih murah dibanding billboard atau display megatron. Dalam hal biaya produksi, biaya pasang, pajak, penerangan, biaya bongkar dan maintenance-nya, jauh lebih murah.
“Dengan sedikit biaya untuk pemilik rumah atau bangunan, logo sudah terpampang jelas,†pungkas Imbar.
Lalu, bagaimana menurut Anda?