SUKABUMIUPDATE.COM - Puncak Peringatan Hari Pangan se-Dunia tingkat Jawa Barat yang dilaksanakan di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, menjadi sorotan dari Serikat Petani Indonesia (SPI). Urusan pangan harus berorientasi pada kebutuhan lokal dan nasional bukan pasar global, minimnya proteksi terhadap pangan lokal, pasar domestic, dan masalah pertanian. Sehingga petani tidak berdaya untuk menyiapkan pangan.
"Disaat pemerintah memberi peluang besar impor kepada perushan Trans-National Corporation (TNC), sama dengan menjatuhkan marwah bangsa sebagai negara agraris," Ungkap Ketua Dewan Pimpinan Wilayah SPI Jawa Barat Tantan Sutandi, kepada sukabumiupdate.com, Rabu (19/0).
Menurut Tantan, alih fungsi lahan pertanian menjadi tambang raksasa juga menjadi masalah serius, ini harus jadi perhatian penting para pemangku kebijakan.
Ironi memang di Sukabumi masih ada desa rawan pangan, salah satunya adalah Desa Tegalega, Kecamatan Lengkong, yang mendapatkan bantuan beras rawan pangan pada akhir 2015 sebanyak 6 ton. “Ini ironis, karena tanah tersedia, subur dan berpotensi bagus untuk pertanian, sementara tanahnya dikuasai perkebunan.â€
Ini fakta, kebijakan yang berpihak terhadap pengusaha pangan, pertanian dan perkebunan yang banyak merenggut sumber-sumber kehidupan petani lokal.Â
"Daulat pangan dan Kabupaten Sukabumi menjadi lumbung padi Jawa Barat, jauh panggang dari api jika reforma agraria sejati tidak dilaksanakan,†ujar Tantan.
Sementara itu, Koordinator Wilayah Fraksi Rakyat Jampang Mandiri Endang Maulana mengatakan, pemerintah boleh memperingati Hari Pangan dengan seremonial tapi tidak berjalan lurus dengan penderitaan petani di daerah.
Endang menuturkan, banyak petani penggarap perkebunan saat ini hilang sumber kehidupannya, karena lahan perkebunan terlantar yang selama ini menjadi sumber kehidupan disewakan oleh pemegang hak guna usaha (HGU) kepada pihak lain untuk ditanami singkong, seperti di HGU PT Harjasari, Sagaranten. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Artana Jampang Tengah sebelumnya jadi lahan pertanian puluhan tahun.
Sekarang disewakan kepada swasta untuk tanaman keras dan sebagian ditanami pisang oleh PTPN padahal telah menyalahi peruntukan. Kemudian, HGU PT Djaya di Kecamatan Lengkong pun disewakan untuk tanaman kayu, HGU PT Djasulawangi di Purabaya yang telah berakhir 2014 yang sudah menjadi lahan pertanian tapi digunakan untuk tambak ikan oleh perusahaan.Â
"Padahal jelas di UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria-red) No 5 tahun 1960, UU No 36 tahun 1996, UU No 40 tahun 1998, bahwa HGU batal secara hukum apabila disewakan atau dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukan, apabila pemerintah berani menerapkan PP 11 Tahun 2010 tentang pendayagunaan tanah terlantar maka kedaulatan pangan akan terwujud", jelas Endang.Â