SUKABUMIUPDATE.COM - Sejumlah petani ubi kayu atau singkong di wilayah Jampang, Kabupaten Sukabumi, terpaksa merugi karena harga jual komoditas pertanian ini turun drastis. Jika sebelumnya harga jual singkong ditingkat petani mencapai Rp1.200 hingga Rp1.500 per Kilogram (kg), saat ini singkong petani Jampang hanya dihargai Rp600 per kg.
"Banyak rekan kami yang terpaksa jual rugi karena butuh uang. Tapi ada juga yang menunda panen hingga harga kembali normal,†ujar salah seorang petani singkong Desa Bantarsari, Kecamatan Pabuaran, Endang Ojos kepada sukabumiupdate.com, Minggu (18/9).
Menurut Endang, jika dijual pada posisi harga kisaran Rp 600 per kg, dipastikan petani hanya mendapatkan modal, tanpa keuntungan. “Hitungan bisnis klo tidak untung ya rugi, kita rugi tenaga dan jam kerja yang tidak bisa terbayarkan dari hasil panen,†ujarnya.
Dia pun menghitung, dengan luas lahan satu hektar menghasilkan hitungan kasar 24.000 kg dikali Rp 600 per kg,  menghasilkan uang Rp14.400.000. “Dipotong biaya transportasi dan modal produksiyang mencapai Rp7.000.000 per hektar, dan waktu 10 bulan hingga masa panen, maka petani sama paling mendapatkan penghasilan Rp600.000 per bulannya. Pendapatan yang minim untuk kebutuhan hidup jaman sekarang,†terang Endang.
Hal senada juga disampaikan petani lainnya di Kecamatan Jampang Tengah, Lalan Jaelani. “Saat ini harga singkong sangat tidak stabil, kadang naik dan kadang turun. Kami pantas curiga, karena kenyataannya permintaan pasar akan singkong terus meningkat. Petanilah yang dirugikan dengan mata rantai pasar seperti ini,†jelas Lalan.
Lalan menambahkan, petani di Jampang mayoritas penggarap di lahan perkebunan swasta, dengan system tumpang sari. "Kami tidak bisa menanam komoditis lain seperti pisang, kopi, pepaya dan lainnya, yang membutuhkan waktu tanam panjang. Selama ini kami hanya bisa bercocok tanam singkong,†tambahnya.
Tambah Lani, faktor turunnya harga singkong petani selain kebijakan pemerintah pusat import singkong dari vietnam ditambah banyaknya lahan perkebunan yang disewakan lagi ke pihak swasta. “Masalahnya pihak swasta ini, kebanyakan investasi asing (korea-cina-red) yang ikut menanam singkong, hingga bisa mengendalikan harga,†lanjut Lani.