SUKABUMIUPDATE.COM - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi tidak berkutik, menyelesaikan masalah mafia tenaga kerja di kawasan indsutri (pabrik-red), yang makin meresahkan. Dinaskertrans menyarankan perusahaan menggandeng aparat keamanan, TNI POLRI untuk memberantas mafia tenaga kerja di sekitar pabrik yang dikuasai preman.
Hal ini ditegaskan Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Aam Amar Halim mengomentari tuduhan yang dilemparkan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Agus Mulyadi terkait mafia tenaga kerja yang menguasai kawasan pabrik.
 “Kita sudah dorong perusahaan gunakan sistem online, po.box, namun selalu gagal, HRD perusahaan dipukuli preman, orang orang perusahaan diancam, ini sudah masuk ke ranah hukum dan kriminal, jadi harus melibatkan pihak keamanan Negara, TNI dan Polri,†ungkap Aam kepada sukabumiudpdate.com, Kamis (15/9).
Disnakertrans menurut Aam tidak tutup mata dan telinga terkait banyaknya keluhan pencari kerja yang harus memberikan uang kepada pengurus jasa (calo-red) untuk bisa bekerja di PT.GSI. Menurut Aam, mafia tenaga kerja ini sudah masuk ketagori gangguan keamanan jadi penanganannya hari melibatkan pihak kepolisian.
“Saya menyarankan tenaga kerja merasa tertipu oleh mafia ini melaporkan ke pihak kepolisian. Sementara perusahaan secepatnya berkordinasi dengan aparat keamanan setempat bisa polsek dan koramil, agar ikut membantu melakukan penertiban mafia tenaga kerja di sekitar pabrik,†lanjut Aam.
Hari ini, Kamis (15/9) disnakertrans kembali memanggil manajemen salah satu pabrik produsen sepatu di Kecamatan Cikembar yang paling sering dilaporkan terkait isu mafia tenaga kerja. Menurut Aam, perusahaan juga tidak berani berhadapan langsung dengan sindikat mafia ini, karena mereka preman, perusahaan membutuhkan back up dari pihak keamanan.
Seperti diberitakan sukabumiupdate.com sebelumnya, Ketua DPRD Agus Mulyadi meminta pemda serius menangani mafia tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi, yang menguasai kawasan industri dan pabrik pabrik besar. Menurut Agus, mafia terstruktur sebagaimana keluhan para pencari kerja yang kerap dipatok harga Rp2,5 juta sampai Rp 5 juta untuk bisa bekerja di pabrik.