SUKABUMIUPDATE.COMÂ -Â Gelaran Ciletuh Geopark Festival (CGF) 2016 yang dibuka Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada Sabtu (27/8) ternyata dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan sendiri.
Ribuan pengunjung yang datang ke festival yang tujuannya untuk mempromosikan objek wisata Geopark Ciletuh yang berada di Kecamatan Ciemas, Ciracap, Surade, Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, dan Waluran harus kecewa karena untuk tarif parkir saja setiap kendaraan dipungut Rp15 ribu. Belum lagi biaya makan, harganya selangit yang menyebabkan banyak pengunjung kecewa.
Salah seorang wisatawan asal Kota Sukabumi Fajar Sidik mengatakan, saat masuk ke lokasi CGF 2016 dirinya sudah harus membayar tarif parkir sebesar Rp15 ribu untuk mobil dan Rp5 ribu untuk motor oleh penyelenggara parkiran yang mengatasnamakan Karang Taruna Desa Ujunggenteng.
"Tidak hanya parkir yang mahal, untuk rokok harganya hampir dua kali lipat dari harga normal. Namun masih bisa dianggap wajar, tetapi untuk harga makan dan minum harganya sudah sangat tidak wajar, untuk air minum dalam kemasan (AMDK) dijual dua hingga tiga kali lipat dari normal," katanya kepada sukabumiupdate.com.
Tidak hanya wisatawan dari luar kawasan Geopark Ciletuh, warga pribumi yang ikut meramaikan festival tersebut juga ikut mengeluh, seperti dikatakan Sunarto (36) warga Kecamatan Ciracap. Menurut Sunarto, untuk harga nasi liwet yang lauknya hanya telur untuk jatah 10 orang dihargai Rp350 ribu. Bahkan kopi hitam yang biasanya hanya Rp1.500, pada saat ini dijual dengan harga Rp5 ribu.
"Kami sangat menyayangkan banyak oknum yang seperti itu, padahal mereka juga pendatang yang mencari rizki ke daerah kami. Jangan seperti itu caranya," katanya.
Ia menambahkan jika kondisi seperti ini bertahan, maka khawatir wisatawan yang datang ke Geopark Ciletuh akan kapok, yang rugi tidak hanya pemerintah saja, tetapi warga sekitar.Â
Maka dari itu, ia meminta panitia untuk menertibkan oknum-oknum seperti itu yang bisa merusak citra Geopark Ciletuh, sehingga objek wisata yang tidak banyak dimiliki daerah lain itu, urung mendapat pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).Â