SUKABUMIUPDATE.com - Hingga kini, beberapa wilayah di Indonesia masih diguyur hujan, bahkan diperkirakan tak akan alami musim kemarau tahun ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (Prima), Organisasi Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Instagram pada Minggu, 5 Juni 2022 kemarin.
Menurut Prima BRIN, ada tiga faktor yang membuat musim kemarau 2022 lebih basah dan bahkan di beberapa wilayah tak ada kemarau sama sekali.
Ketiganya adalah pembentukan siklon tropis di Samudra Hindia, aktivitas gelombang ekuator Rossby dan La Nina yang stabil di nilai antara -0,5 hingga -1 derajat Celcius.
"Ini berpotensi membuat sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan hujan sepanjang tahun 2022 serta dapat menimbulkan sifat musim kemarau yang cenderung basah di selatan Indonesia," terang Prima BRIN dikutip dari suara.com.
Fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Kemarau basah yang berdampak pada musim hujan sepanjang tahun di Pulau Jawa juga pernah terjadi pada tahun 2010.
"Demikian pula potensi kemarau basah pada tahun 2022 yang dapat menghilangkan musim kemarau di beberapa wilayah di Pulau Jawa," jelas lembaga tersebut lebih lanjut.
Berdasarkan data historis, La Nina berkepanjangan selama lebih dari dua tahun berturut-turut juga pernah terjadi pada pertengahan tahun 1998 hingga awal tahun 2000 dan pada saat itu menimbulkan banyak kejadian banjir dan longsor yang meluas di Indonesia.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi online akhir pekan lalu Erma Yulihastin, peneliti senior pada Prima BRIN menjelaskan bahwa ada di beberapa daerah di Indonesia diperkirakan tak ada kemarau pada tahun ini
Bahkan pada Agustus ada potensi banjir serta longsor akibat intensitas hujan tinggi, tetapi di saat yang bersamaan akan terjadi suhu udara panas.
Fenomena ini berkemungkinan besar terjadi saat La Nina diperparah oleh Indian Ocean Dipole (IOD) - yakni fenomena antara lautan dan atmosfer yang terjadi di daerah ekuator Samudera Hindia, yang memberikan dampak kekeringan ataupun peningkatan intensitas curah hujan. Ada dua jenis IOD, yang positif dan negatif. IOD negatif berdampak pada peningkatan curah hujan di Indonesia.
Kombinasi antara La Nina dan IOD negatif, jelas Erma, menyebabkan curah hujan di Indonesia semakin tinggi pada musim ini.
Sementara ketika puncak musim kemarau terjadi di Tanah Air pada Agustus, maka warga Indonesia berpeluang merasakan suhu panas. Tetapi di waktu yang sama ada potensi IOD negatif mencapai intensitas maksimum sehingga meningkatkan curah hujan di Indonesia.
"Ada potensi La Nina, ada IOD negatif yang puncaknya akan mendekati Agustus 2022. Mungkin tahun ini kita bebas dari kebakaran hutan dan lahan karena basah sekali bahkan di beberapa wilayah itu musim kemaraunya hilang. Tapi disisi lain kita harus siap-siap dengan banjir dan longsor," beber Erma.
SUMBER: SUARA.COM | HITEKNO.COM