SUKABUMIUPDATE.com - Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan kembali menjadi pasangan ganda putra bulu tangkis top dunia. Setelah meraih gelar juara ganda putra dalam All England 2019, posisi mereka akan naik tiga tingkat ke peringkat keempat dunia, dari sebelumnya urutan tujuh.
Hendra/Ahsan menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang tersisa di babak final turnamen bulu tangkis tertua ini. Sedangkan pemain Indonesia lainnya yang digembleng di pemusatan latihan nasional Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) sudah kandas lebih dulu, seperti juara bertahan, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, yang terhenti di babak pertama, serta Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, yang gugur di babak semifinal.
Meskipun Hendra/Ahsan kini berstatus pemain profesional, mereka masih mengikuti latihan di pelatnas di bawah kepala pelatih ganda putra PBSI, Herry I. Pierngadi. Saat bertanding pun—jika tak sedang mendampingi pemain pelatnas—Herry akan mendampingi Hendra/Ahsan bertanding.
Menurut Herry, anak asuhannya tersebut mempunyai mental juara sehingga tetap mampu berlaga di babak final meski dalam kondisi yang tidak prima. Kondisi tersebut lantaran cedera yang dialami Hendra di babak semifinal sehingga peluang mereka menang menjadi 50-50. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk bertanding.
“Yang harus ditiru dari Hendra/Ahsan, mereka tidak pernah menyerah. Sebelum poin 21, masih memungkinkan untuk memenangi pertandingan,” kata Herry. “Lihat saja, pada game pertama kan jauh kalahnya, tapi mereka bisa bangkit, bisa menang. Itu memang mental juara.”
Hendra, yang kini berusia 34 tahun, dan Ahsan, 31 tahun, bisa kembali menduduki peringkat keempat dunia hanya dalam waktu setahun sejak mereka berpasangan lagi. “Artinya, Hendra/Ahsan belum habis,” ujar Herry.
Adapun menurut Ahsan, kunci kemenangan dalam laga final yang menguras fisik dan mental itu adalah tetap semangat dan menjalankan strategi dengan pengalaman mereka. Pasangan juara dunia dua kali ini (2013 dan 2015) memang sebelumnya pernah menjadi pasangan ganda putra yang ditakuti lawan-lawannya. Namun mereka sempat berpisah selama setahun dan kembali berpasangan lagi pada tahun lalu.
“Dalam keadaan tertekan, kami tetap tenang. Kalaupun kalah, kami harus beri perlawanan, harus bisa semaksimal mungkin, dan alhamdulillah kami bisa melalui itu," ucap Ahsan kepada Badmintonindonesia.org. “Kami hanya bisa berfokus, bisa gunakan pengalaman. Itu yang berguna.”
Kesuksesan Hendra/Ahsan membuat Indonesia berhasil menyambung tradisi gelar All England yang tak terputus sejak 2016. Pada 2016, ganda campuran Praveen Jordan/Debby Susanto berhasil menjadi juara, dilanjutkan dengan ganda putra Kevin/Marcus pada 2017 dan 2018. Pada 2012, 2013 dan 2014, ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mengukir sejarah dengan mencetak gelar hat-trick.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat PBSI, Susy Susanti, memuji perjuangan Hendra/Ahsan yang patut menjadi contoh bagi pemain yang lebih muda. “Ini jadi panutan buat adik-adik. Kesempatan sekecil apa pun, kalau berusaha, pasti ada jalan. Selain itu, saya percaya Hendra/Ahsan tidak hanya berjuang untuk diri sendiri, tapi juga untuk Indonesia. Itu yang kita patut bangga.”
Ihwal pemain muda di pelatnas, Susy mengatakan melihat ada kemajuan karena tahun lalu hanya satu wakil yang lolos ke semifinal, sementara tahun ini ada tiga wakil. Artinya, peluang mencapai final juga lebih besar. “Namun semua itu balik lagi ke pengalaman, ketenangan, yang bisa menentukan si atlet itu bisa tampil sampai akhir, apalagi di turnamen bergengsi seperti ini.”
Untuk Fajar/Rian, menurut Susy, tinggal butuh ketenangan, kematangan, dan jam terbang yang lebih. Secara teknik pukulan, permainan mereka sebetulnya sudah bagus, tapi sisi non-teknisnya harus dilengkapi. “Dari servis, poin-poin kritis, ada beberapa hal yang harus dibenahi.”
Susy menuturkan kekuatan ganda putra saat ini memang ada di Indonesia. Ia berharap pembinaan ini bisa berkesinambungan. Selain itu, ia akan melakukan persiapan untuk generasi selanjutnya di sektor lain, seperti ganda campuran yang juga mulai terlihat meningkat dari hasil yang dicapai Tontowi Ahmad/Winny Oktavina Kandow dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
Sumber: Tempo