SUKABUMIUPDATE.com - Baru-baru ini nama ChatGPT menjadi hangat diperbincangkan termasuk di Indonesia. Apalagi mereka yang selalu beraktivitas dengan teknologikebanyakan telah mengetahui mengenai ChatGPT.
Sebagian orang menganggap jika ChatGPT ini bisa membantu manusia namun tak sedikit orang juga menganggap jika ChatGPT bisa memberikan dampak kurang baik bagi manusia.
ChatGPT sendiri merupakan sebuah program komputer yang mampu memahami bahasa manusia dan memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.
Baca Juga: Mengenal ChatGPT, Teknologi AI Terkini Yang Serba Bisa
Saat menggunakannya, si pengguna akan seolah-olah tengah berbincang dengan seseorang melalui pesan teks. Program tersebut akan memberikan jawaban dari apa yang pengguna tanyakan.
Melansir dari Tempo.co, sejumlah negara di Dunia menyikapi keberadaan program komputer ini dengan kebijakan yang berbeda-beda.
Negara yang Memperbolehkan ChatGPT
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada menyambut baik keberadaan ChatGPT. Bahkan, ChatGPT dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk dalam bidang keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Baca Juga: Skenario Gempa Sesar Cimandiri Menurut BMKG, Magnitudo 6,7 Untuk Wilayah Sukabumi
Dilansir dari Reuters, di Amerika Serikat, pengguna ChatGPT kini dikenakan biaya langganan bulanan $20. Ini akan memberikan layanan yang lebih stabil dan lebih cepat serta kesempatan untuk mencoba fitur baru terlebih dahulu.
Sementara di Inggris, mengutip Turing.ac.uk, ChatGPT telah digunakan untuk layanan kesehatan mental bagi para pasien. Bahkan disebutkan ChatGPT dimanfaatkan untuk menginformasikan putusan hakim dalam kasus pengadilan.
Negara yang Melarang ChatGPT
Namun, tidak semua negara menyambut baik keberadaan ChatGPT. Beberapa negara seperti Cina dan Prancis memiliki kebijakan yang lebih ketat terkait dengan penggunaan teknologi canggih seperti ChatGPT.
Dikutip dari The Verge, pihak pemerintah China telah meminta perusahaan OpenAI untuk berhenti menawarkan akses ChatGPT. Hal ini karena mereka khawatir terhadap adanya balasan tanpa sensor terkait pertanyaan sensitif bermuatan politik.
Baca Juga: Keluarga Singgung Hukuman Mati, Siswa SD di Sukabumi Ternyata Dibacok Depan Adiknya
Beberapa negara Eropa, misalnya, telah mengeluarkan peraturan yang mengharuskan penggunaan teknologi kecerdasan buatan untuk diberi sertifikasi dan diawasi oleh badan pengawas yang kompeten. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan teknologi dan melindungi data pribadi pengguna.
Pihak Universitas Sciences Po di Prancis, misalnya, telah melarang penggunaan ChatGPT pada kalangan akademisi. “Mahasiswa dilarang menggunakan perangkat lunak untuk membuat tugas tertulis atau pemaparan, kecuali untuk tujuan kuliah tertentu, dengan pengawasan dari pengampu mata kuliah,” ujar pihak Science Po dikutip dari Reuters.
Ada juga Queensland, negara bagian Australia yang telah melarang penggunaan ChatGPT. Pihak pemerintah setempat mengatakan akan membuka layanan ChatGPT apabila sudah dinilai memiliki standar kelayakan yang mumpuni.
Sumber: Tempo.co/Haris Setyawan